Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

KEDUDUKAN BHARATA KAHEDUPA DALAM KESULTANAN BUTON

Secara geografis wilayah kesultanan Buton merupakan suatu gugusan pulau yang terletak di kawasan laut Banda dan laut Flores, yang diapit oleh dua wilayah kerajaan besar yaitu kerajaan Ternate dan kerajaan Gowa.  Pada masa pemerintahan sultan Murhum, kesultanan Buton bukan hanya menata urusan internal saja tetapi menggenjot pembangunan sistem pertahanan karena dalam kurun waktu tersebut Ternate dan Gowa mulai melancarkan pengaruhnya keluar wilayah mereka sendiri. Kesultanan Buton yang berada paling dekat dan strategis di antara mereka menjadi objek serangan utama. Dalam menghadapi ancaman-ancaman dari dua kerajaan besar tersebut, Sultan Murhum mendorong  pembangun dan mempersiapkan strategi pertahanan untuk melindungi wilayahnya. Pada masa pemerintahan Sultan Murhum, kesultanan Buton menjalin persekutuan bidang strategi dan pertahanan dengan kerajaan-kerajaan yang terletak di empat penjuru Buton untuk saling menjaga dan saling melindungi wilayahnya yakni kerajaan Kahedupa, kerajaan Muna

SEPENGGAL KISAH BENTENG PALE'A DAN BENTENG OLLO

Sumber foto : istimewa Sama seperti kerajaan pada umumnya, Kaledupa yang memiliki histori panjang sebagai kerajaan  juga memiliki banyak peninggalan sejarah yang belum terungkap. Diantaranya benteng dan bukti fisik lainnya yang menurut masyarakat setempat memiliki peran dan makna penting dalam sejarah peradaban Kaledupa. Dipulau Kaledupa terdapat beberapa benteng peninggalan peradaban masa lampau yang menjadi warisan leluhur sebagai saksi sejarah sebagai hasil karya yang sangat mengagumkan oleh manusia sekarang. Ada 2 benteng besar yang masih tersisa meskipun sebagain sudah mengalami kerusakan karena dimakan usia dan tidak terawat lagi yaitu benteng Pale'a sebagai jejak peradaban Kaledupa sebagai kerajaan dan benteng Ollo sebagai jejak Kaledupa sebagai barata Kahedupa yang telah terintegrasi menjadi bagian dari wilayah kesultanan Buton. Benteng Pale'a sekarang terletak di desa Pale'a kecamatan Kaledupa Selatan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara . Benteng ini terletak dibu

SOMBANO, wisata dan sejarahnya

Selain pulau Hoga dengan hamparan luas pasir putihnya, pantai Peropa dan pantai Oa Nujafa, Kaledupa juga memiliki pantai cantik dan menarik lainnya yang dapat dikunjungi saat berwisata untuk memanjakan mata. Kaledupa yang merupakan salah satu Kawasan wisata juga memiliki pantai yg tak kalau indah di banding spot wisata lainnya. Pantai tersebut adalah Pantai Sombano atau yang lazim sekarang oleh masyarakat Kaledupa menyebutnya pantai "Taduno". Pantai Taduno terletak di sisi sebelah Barat pulau Kaledupa. Desa Sombano, Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Wakatobi.  Pantai Taduno memiliki hamparan pasir putih bersih yang halus, vegetasi pantai yang padat nan indah menjadi tempat bersantai yang nyaman dikala senja. Menara mercusuar yang masih berdiri kokoh seolah mengawasi dengan seksama saat sang mentari perlahan tenggelam meninggalkan bias kemerahan di kaki langit, gemuruh ombak dan desiran angin menambah indahnya Pantai Taduno.  Sombano tidak hanya menyajikan keindahan pantainya saja

KAKADHO BHAA LASUNA

sumber foto : istimewa Meskipun makam ini sekarang tampak tak terurus dan sudah banyak yang melupakannya namun sosok yang ada dibaliknya adalah sosok yang sangat legendaris dan sangat mengemuka di negeri Kahedupa, negeri Buton dan negeri Pancana Muna pada akhir abad ke 16 Masehi.  Di Kahedupa ia bernama La Tingku, ia adalah salah satu bangsawan Kahedupa yang memimpin wilayah Tombuluruha. Ia juga dikenal sebagai ahli perang yang sangat handal sehingga di Kahedupa juga ia dikenal dengan nama Kakadho Tombuluruha.  Sezaman dengan La Tingku yang memimpin Tombuluruha, Kahedupa dimasa itu dipimpin oleh raja La Molingi sementara Buton di pimpin oleh Sultan Laelangi. Jauh sebelum masa itu sejatinya telah terbentuk persekutuan pertahanan keamanan baik keamanan luar maupun di dalam negeri yang terdiri dari 5 kerajaan yang digagas oleh Sultan Murhum. Persekutuan tsb dikenal dengan persekutuan BHARATA dengan Buton sebagai sentralnya. Kelima negeri itu adalah Buton, Kahedupa, Muna, Kolencusu dan Tiw

Menjejak Kadie Liya dari Bharata Kahedupa

Pada abad ke 16 Masehi ketika eksistensi kesultanan Buton melebarkan sayap wilayahnya mencakup Pata Bharata (empat bharata), Pitupulu Rua kadie yii sambali (tujuh puluh dua kadie) yang membentang diseluruh daratan Buton dan kepulauan disekitarnya Kepulauan Tukang Besi (Wakatobi) adalah salah satu wilayah kesultanan Buton yang terletak dalam teritorial keamanan bharata Kahedupa yang terdiri dari 8 Kadie, 2 Bobato, 7 Limbo dan 1 Kafati menjadi wilayah luar sebelah Timur. Pada masa itu bharata Kahedupa merupakan jalur utama pelayaran Buton ke kerajaan Ternate, Maluku dan kerajaan-kerajaan di bagian Timur Nusantara. Dengan letak georafisnya yang sangat strategis menjadikan bharata Kahedupa sebagai sentral jalur rempah-rempah pada periode tertentu.  Walaupun kadie Liya masuk dalam wilayah teritorial keamanan bharata Kahedupa tetapi secara administrasi pemerintahan Kadie Liya merupakan satu dari 72 kadie Sara Wolio.  Lakina Liya jika memasuki Kahedupa secara resmi berhubungan dengan Laolua d

TAMBURU

sumber foto : istimewa Bharata merupakan wilayah kesultanan Buton yang mulanya adalah kerajaan-kerajaan kecil yang berdiri sendiri. Negeri bharata diberi hak otonom yang luas sehingga bharata dapat mengatur dan melaksanakan pemerintahan dan membentuk  peraturan pemerintahannya sendiri, selama itu tidak  bertentangan dengan syara kesultanan Buton dan Undang-Undang Martabat Tujuh. Empat  wilayah bharata terdiri dari bharata Kahedupa, bharata Muna,  bharata Kulisusu dan bharata Tiworo. Dimana struktur  pemerintahannya terdapat jabatan yang gelarnya dan kedudukannya seperti dalam syara Wolio, namun susunan jabatan tersebut  tidaklah lengkap seperti dalam Syara Wolio jika terpisah-pisah. Kecuali jika di  gabungkan sara dari ke empat bharata tersebut barulah jabatan lengkap seperti pada Syara  Wolio. Bharata dipimpin oleh seorang raja (Lakina) yang diangkat dari bharata itu sendiri yang berkedudukan dan diperlakukan setingkat  dengan Sultan. Selain melaksanakan pemerintahan secara otonom, bh

Menjejak Kampung Tenun di Kaledupa Kab. Wakatobi

Jika mendengar nama Wakatobi, pertama kali yang terlintas dalam benak kita adalah wisata bahari yang luar biasa dengan suguhan pemandangan bawah lautnya. Gugusan pulau yang berada tepat diatas jantung segitiga karang dunia yang memiliki 75 % jenis karang yang ada di dunia dengan ribuan jenis spesis ikan menambah kesempurnaan pemandangan bawah laut Wakatobi, tidak heran wisatawan lokal maupun mancanegara menyebutnya surga nyata dibawah laut.  Dalam buku Kaledupa dalam Lintasan Sejarah, nama kabupaten Wakatobi merupakan akronim dari Empat pulau-pulau besar yang berpenghuni yaitu Wanci (Wangi-Wangi), Kaledupa, Tomia dan Binongko. Nama Wakatobi pertama kali di cetuskan sebagai kode rahasia oleh pasukan MOMBRIG  yang datang ke wilayah itu untuk memberantas gerombolan DI/TII.  Pada masa Hindia-Belanda Wakatobi dikenal dengan nama Kepulauan Tukang Besi (Tuluka Bessi) yang setiap pulau berstatus sebagai distrik yaitu distrik Wanci, distrik Kaledupa, distrik Tomia dan distrik Binongko.  Jika me

La Ode Djapu Yarona Lakina Sabanjara Barata Kahedupa Terakhir

Beberapa hari lalu saya membuka-buka album tua yang tersusun apik dalam lemari, setelah membuka beberapa album sayapun menemukan 3 lembar foto. Seseorang yang ada dalam ke 3 foto tersebut adalah orang yang sama, namun  dengan raut wajah yang berbeda-beda menggambarkan bahwa ketiga foto ini diambil pada tahun yang tidak bersamaan. Sosok yang ada dalam foto itu adalah La Ode Djapu kakek buyut saya. Tersentak pikiran saya akan kenangan semasa ia hidup. Yang masih terekam dalam memori kolektif anak cucu dan cicitnya adalah didikannya yang keras ala militer.  La Ode Djapu akrab disapa dengan nama La Ata Biru. Ia menjabat sebagai Miantu’u Sabanjara Barata Kahedupa terakhir semasa pemerintahan Lakina Kahedupa La Ode Maundu (Yaro Kahedupa). Saat itu Barata Kahedupa masih berdiri sebagai sistem pemerintahan walaupun intervensi pemerintahan Belanda mulai masuk dalam tatanan pemerintahan Kesultanan Buton tidak terlepas di Barata Kahedupa.  Sabanjara adalah salah satu jabatan dalam Sara Barata yan

Kaledupa Riwayatmu Kini

Kaledupa pernah berada pada masa keemasan dimana kahedupa atau kaledupa menjadi daerah percontohan bagi daerah-daerah setingkat kecamatan di seluruh indonesia dalam penyelenggaraan pembangunan dan perbaikan daerah. saat itu pada tahun 1960 yang bertepatan dengan ulang tahun RI yang ke 15. Kaledupa di anugrahi penghargaan oleh presiden Ir. Soekarno melalui menteri Dalam Negeri dan Otonomi daerah dalam bentuk sebuah piagam atas keberhasilannya dalam membangun daerahnya. Progres pembangunan di Kaledupa dilakukan secara berkala oleh beberapa kepala pemerintahan dalam beberapa bentuk sistem pemerintahan. Pada masa pemerintahan Yaro Kahedupa, Kaledupa masih berstatus sbg sentral pemerintahan salah satu Barata Kesultanan Buton. Selanjutnya pada Masa pemerintahan La Ukaasa dan idhanu Hayunu Kaledupa masih berstatus sebagai distrik Kaledupa (pemerintahan Hindia Belanda). Dan pada masa pemerintahan La Rahi sebagai Camat Kaledupa menjadi ibukota kecamatan Wandupa (Wanci - Kaledupa) tepatnya di Bu

Syiar Islam Imamu Fadha di Kahedupa

sumber foto : istimewa Syair Islam yang dibawa oleh para pedagang maupun yang berdiaspora dengan latar belakang yag beragam berkembang dengan pesat diwilayah kerajaan-kerajaan yang penyebarannya menyeluruh kehampir pelosok negeri. Pada awal abad ke 14 Masehi kerajaan Kahedupa dibawah kepemimpinan raja Muhammad Baengu yang merupakan raja ke – 4 kerajaan Kahedupa, sampailah rombongan para saudagar muslim ke kerajaan Kahedupa. Salah seorang diantara mereka bernama Syech Ahmad bin Qais Al Idrus dari Kerajaan Pattani  di Johor yang masuk melalui Padang,  Sumatra Barat. Kedatangan Syech Ahmad ke Kahedupa bukanlah semata-mata urusan perdagangan tetapi ia datang dengan misi khusus penyebaran agama Islam. Syech Ahmad bin Qais Al Idrus bukanlah penyiar Islam yang pertama sampai di kerajaan kahedupa, sebab saat ia sampai ketanah Kahedupa pengaruh Islam sudah ada di wilayah itu dan terdapat nilai – nilai ajaran Islam yang berdialektika dengan kebudayaan lokal. Namun pengaruh Islam belumlah merata

Kaomu dan Walaka (Sebenarnya kasta milik siapa ?)

Dalam tulisan saya kali ini untuk merefleksi tulisan tangan-tangan jahil yang beredar dimedsos. Dalam tulisan tersebut salah satunya membahas tentang kasta Kaomu dan Walaka. Sepenggal saya copy paste tulisan yang menjadi objek kita sbb : "Pada masa Tongka Allamu di kenalkan Ragi yaitu Sarung Tenun berbeda warna dan motif sebagai identitas dari masing-masing rumpun keluarga berdasarkan kelas sosialnya antara Kaomu (Bangsawan), Walaka (yang di tokohkan),  dan Papara (masyarakat biasa)" red. Katanya pada masa pemerintahan Tongka Allamu kasta Kaomu dan Walaka sudah ada di Kerajaan Kaledupa yang ditandai dengan Ragi (motif) Furai (sarung). Berdasarkan manuskrip sejarah Kaledupa Tongka Allamu memerintah pada tahun 1260 - 1310 M. Ini berati bahwa menurut penulis ia mengklaim kasta Kaomu dan Walaka itu adalah milik Kerajaan Kaledupa, walaupun sebenarnya klaim ini tanpa didasari oleh bukti yang kuat. Strata sosial dalam kehidupan bermasyarakat sejak dahulu seakan menjadi sebuah kebutu

Tua Tumbua

Oleh : Ahmad Daulani Menimbulkan misteri besar dalam benak generasi muda kaledupa yg melihat makam berlambang salib tersebut. Makam ini terletak di desa kalimas (ngolo) kec. Kaledupa. Saat pertama kali mendengar cerita ttg kuburan tsb kami sempat terpikir apakah di Kaledupa pernah masuk ajaran kristen ? Namun setelah melakukan penelusuran lebih lanjut kami menemukan fakta bahwa makam tersebut bukanlah penanda masuknya ajaran kristen di pulau kaledupa. Makam ini adalah makan pimpinan kompeni yang menduduki kaledupa dalam masyarakah lokal ia dikenal dengan nama TUA TUMBUA. Penjajah belanda (kompeni) pertama kali masuk ke Kaledupa pada tahun 1909. Ia merupakan pimpinan terakhir kompeni yang berkantor di Buranga Menurut para penutur Tua Tumbua meninggal karena terbunuh pada tahun 1919, akibat dominasi pemerintahan belanda dibawah komando Tua Tumbua yang makin melemahkan peran Lakina Kahedupa sebagai pimpinan tertinggi Barata Kahedupa yang bertanggung jawab diwilayah Timur kesultanan Buton

Misteri La Ulepe

Oleh : Ahmad Daulani Beberapa tahun lalu saya menyempatkan diri untuk berziarah ke salah satu makam tua yang terlerak di desa Tampara kec. Kaledupa Selatan Kab. Wakatobi. Tepatnya makam ini terletak sekitar 1 km diseblah Utara dari jembatan Miranda (Labusa Tumpua Nularo pernah orang menyebutnya). Makam itu belum terlalu lama diketahui oleh masyarakat Kaledupa secara luas bahwa makam tersebut adalah makam Raja Kerajaan Kahedupa yang ke 6 yang bernama La Ulepe. Dia (La Ulepe) menikah dengan seorang tuan putri yang bernama Wa Mauddu. Wa Mauddu adalah anak dari Imamu Fadha (raja ke 5) buah pernikahannya dengan putri Siratal (Wa Ntaa). La Ulepe Dinobatkan menjadi raja menggantikan ayah mertuanya pada tahun 1490 - 1525 M. Setelah berziarah saya langsung berbincang-bincang dengan salah seorang tokoh budaya Kaledupa, menurut beliau La Ulepe adalah anak Kijula dari Buton. Lalu saya bertanya lagi kepada beliau "Kalau La Ulepe itu adalah anak dari Kijula siapa nama ibunya" tapi ternyata

Benteng Pale'a sebagai Pusat Peradaban Kaledupa

sumber foto : istimewa   Oleh : Ahmad Daulani Sama seperti kerajaan pada umumnya, Kaledupa yang memiliki histori panjang sebagai kerajaan vasal juga memiliki banyak peninggalan sejarah yang belum terungkap. Diantaranya benteng dan bukti fisik lainnya yang menurut masyarakat setempat memiliki peran dan makna penting dalam sejarah peradaban Kaledupa. Dipulau Kaledupa terdapat beberapa benteng peninggalan peradaban masa lampau yang menjadi warisan leluhur sebagai saksi sejarah sebagai hasil karya yang sangat mengagumkan oleh manusia sekarang. Ada 2 benteng besar yang masih tersisa meskipun sebagain sudah mengalami kerusakan karena dimakan usia dan tidak terawat lagi yaitu benteng Pale'a sebagai jejak peradaban Kaledupa sebagai kerajaan dan benteng Ollo sebagai jejak Kaledupa sebagai barata Kahedupa yang telah terintegrasi sebagai bagian dari wilayah kesultanan Buton. Benteng Pale'a sekarang terletak di desa Pale'a kecamatan Kaledupa Selatan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara

La Donda, Jejak Orang Mongol di Kahedupa

sumber foto : Pusaka Barata Kahedupa   Oleh : Ahmad Daulani Bangsa Mongol adalah masyarakat nomaden yang berasal dari pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah sampai Siberia Utara, Tibet Selatan dan Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan yang mempunyai dua putra kembar bernama Tar Tar dan Mongol. Dari kedua orang inilah yang melahirkan dua suku bangsa besar yaitu Mongol dan Tar Tar. Dalam  kurun waktu yang cukup lama bangsa Mongol bertahan dengan menjalani kehidupan yang sangat sederhana. Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah pindah dari tempat satu ketempat yang lain, mengembala dan hidup dari hasil buruan. Sebagaimana bangsa nomaden pada umumnya, orang orang Mongol mempunyai watak yang kasar, suka berperang, dan berani menghadang maut demi mencapai keinginanya. Bangsa Mongol juga dikenal dengan kesetiaan dan kepatuhan terhadap pemimpin mereka. (M. Abdul Karim, Islam di Asian Tengah ; Sejarah Dinasti Mongol) Pada mulanya keyakinan yang di anut bangs