Langsung ke konten utama

SEPENGGAL KISAH BENTENG PALE'A DAN BENTENG OLLO

Sumber foto : istimewa

Sama seperti kerajaan pada umumnya, Kaledupa yang memiliki histori panjang sebagai kerajaan  juga memiliki banyak peninggalan sejarah yang belum terungkap. Diantaranya benteng dan bukti fisik lainnya yang menurut masyarakat setempat memiliki peran dan makna penting dalam sejarah peradaban Kaledupa.

Dipulau Kaledupa terdapat beberapa benteng peninggalan peradaban masa lampau yang menjadi warisan leluhur sebagai saksi sejarah sebagai hasil karya yang sangat mengagumkan oleh manusia sekarang. Ada 2 benteng besar yang masih tersisa meskipun sebagain sudah mengalami kerusakan karena dimakan usia dan tidak terawat lagi yaitu benteng Pale'a sebagai jejak peradaban Kaledupa sebagai kerajaan dan benteng Ollo sebagai jejak Kaledupa sebagai barata Kahedupa yang telah terintegrasi menjadi bagian dari wilayah kesultanan Buton.

Benteng Pale'a sekarang terletak di desa Pale'a kecamatan Kaledupa Selatan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara . Benteng ini terletak dibukit sebelah utara pulau Kaledupa. Posisi benteng yang terletak diatas bukit yang mengar0ah langsung kearah laut menjadi posisi yang sangat strategis untuk dijadikan sebagai pemukiman dan memantau setiap aktivitas para pelintas yang melewati perairan kerajaan Kahedupa. Posisi ini juga sangat strategis untuk memantau kedatangan para musuh jika terdapat serangan yang hendak mengancam keamanan kerajaan dan keamanan rakyat Kaledupa pada masa itu.

Benteng Pale'a pertama kali dibangun oleh raja Tongka Allamu pada masa pemerintahannya (1260 - 1310) ia merupakan anak ulama persia Muhammad Ma'arifatubillah Qurki yang datang melakukan syiar Islam ke Kaledupa. (La Ode Sariu : wawancara 2019)

Tongka Allamu diangkat menjadi raja oleh para tetua sara sara fungka yaitu tetua fungka Patua Bente La Rahamani, tetua fungka Pangilia La Serewaha dan tetua fungka Horuo La Taayoni dalam musyawarah penyatuan wilayah sara sara fungka menjadi kerajaan Kahedupa.

Tongka Allamu yang bernama Muhammad Umar Muhadar kemudian dinobatkan sebagai raja pertama Kerajaan Kahedupa dengan gelar Muhammad Ndangi Tongka Allamu atau lebih dikenal raja Tongka Allamu.

Dalam masa pemerintahannya merasa perlu membangun benteng sebagai simbol kekuatann untuk melindungi rakyat dan seluruh pemerintahan kerajaan Kahedupa. Fungsi benteng tersebut adalah selain untuk tempat pemukiman dan menjadi sentral aktivitas kerajaan Kahedupa juga menjadi sistem pertahanan diri dari serangan musuh. Benteng ini juga memiliki hubungan dengan benteng benteng lain yang sudah dibangun di fungka Patua, fungka Pangilia dan di fungka Horuo.

Benteng Pale'a dibangun dari susunan batu batu gunung yang sangat rapi dan tanpa perekat semen. Batu batu gunung tersebut diambil dari gunung Pangilia dengan cara posaka-posaka (gotong royong) oleh rakyat kaledupa. Ada juga mitos yang menceritakan bahwa konon batu batu itu dipindahkan oleh manusia berkekutan gaib dengan bantuan jin. (Wa Ata dalam Ngirusliati)

Adapun bentuk benteng Pale'a persegi panjang ada juga sebagian sumber yang mengatakan bahwa benteng berbentuk lafaz "ALLAH". Luas benteng sekitar 100x120 meter persegi dengan ketinggian tembok yang tidak merata. Didalam benteng terdapat beberapa bangunan penting lainnya seperti Bharuga, Kamali (istana raja). Benteng Pale'a dilengkapi dengan 4 lawa (pintu masuk) yaitu Lawa Naga, Lawa Montu, Lawa Te'e, dan Lawa Sambalagi yang masing-masing lawa diarahkan sesuai 4 penjuru mata angin. Lawa utamanya adalah Lawa Naga, penamaan dan fungsi lawa naga bersumber dari hikayat pelantikan raja, "te tombi no bhelo bhelo dilawa Naga Nu Pale'a). (La Ode Abdul Fattah : wawancara 2019)

Selama masa pemerintahan Tongka Allamu tidaklah cukup waktu untuk membangun benteng sampai sempurna, sehingga pembangunan benteng Pale'a dilanjutkan sampai masa pemerintahan selanjutnya dimasa raja ke 2 Syamsa Allamu. Raja Syamsa Allamu membangun benteng dgn merubah kontruksi benteng, ia menambah 3 lawa baru yaitu Lawa Langge, Lawa Tampara, Lawa Horuo  sehingga benteng Pale'a memiliki 7 lawa dan ketebalan tembok menjadi 1,5 meter.

Kerajaan Kaledupa eksis sebagai kerajaan yang berdaulat sejak tahun 1260 M sampai  tahun 1635 M dan terjadi pergantian kepemimpinan sebanyak 10 orang raja. Setelah kerajaan Kahedupa terintegrasi dalam kesultanan Buton menjadi Barata Kahedupa bersamaan dengan tiga barata yg lain yaitu Kalisusu, Tiworo dan Muna sebagai bagian wilayah kesultanan Buton. Sebagai wilayah barata, barata Kaledupa memiliki otonomi sendiri untuk mengelola wilayahnya sendiri terutama menjaga stabilitas keamanan diwilayah teritorialnya. Sehingga sebagai barata Kaledupa memiliki struktur pemerintahan dan jabatan hampir sama dengan stuktur pemerintahan dalam keraton Buton.

Barata Kahedupa pertama kali dipimpin oleh Kasafari (1635-1673 M). Pimpinan barata Kahedupa tidak lagi disebut sebagai Raja tapi disebut Lakina Kahedupa. Dalam masa pemerintahannya sebagai Lakina Kahedupa Kasafari masih bertempat di benteng Pale'a, namun Kasafari meragukan kemampuan benteng Pale'a dari serangan musuh. Informasi ini didapatkan dari hikayat Kasafari "faina faina ngkumonini te bentesu raga safaka fakkano". Sehingga masyarakat barata Kahedupa memperluas benteng Pale'a menjadi benteng berlapis. Lapisan luar benteng dibangunkan dinding setinggi 5 meter. (Sumber yang tidak ingin disebutkan namanya)

Setelah beberapa tahun menjadi Lakina Kahedupa Kasawari kemudian diperintahkan oleh Sultan Buton untuk membangun benteng diwilayah fungka Patua Bente. Awalnya pembangunan benteng itu untuk menjadi pusat kajian Islam karena posisinya yang dekat dengan mesjid Agung Bente yang merupakan mesjid agung barata Kahedupa. Pembangunan benteng Ollo lansung diawasi oleh La Batini yang notabene menjabat sebagai Bonto To'oge Barata Kahedupa. Pembangunan benteng tersebut terus dilakukan oleh Lakina Kahedupa setelah Kasafari. Pembangunan benteng terus dilanjutkan pada masa Lakina Yiindolu Palea (1673-1702 M), kemudian dimasa Lakina Sangia Jalima (1702-1727 M), kemudian dimasa Lakina Galampa Melangka ((1727-144 M), kemudian dimasa Lakina Sangia Wande-Wande (1744-1764 M). (Catatan La Ode Saidin)

Pada masa pemerintahan Lakina Kahedupa ke 6, Lakina Sangia Geresa fungsi benteng Palea yang notabene sebagai pusat pemerintahan sepenuhnya dipindahkan ke benteng Ollo dan benteng Pale'a tidak lagi menjadi pusat pemerintahan. Benteng Pale'a hanya menjadi pemukiman warga dari kalangan bangsawan dan menjadi tempat penyimpinanan persenjataan. Pemindahan fungsi benteng tersebut berdasarkan kesepakatan dewan sara adat Barata Kahedupa.(Ali Hadara dkk)

Namun kesepakan itu dilatar belakangi oleh beberapa alasan.

1. Adanya desakan dari Sultan Buton karena faktor politik dimana kerajaan Kahedupa saat itu memulai babak baru peradabannya sebagai barata Kahedupa yang terintegrasi menjadi bagian dari wilayah kesultanan Buton bukan lagi sebagai kerajaan Kahedupa yang berdaulat, alasan ini menurut para sumber merupakan alasan paling kuat karena Buton ingin menghilangkan keistimewaan Kahedupa yang pernah diberikan oleh Sultan. (La Ode Djumaiddin)

2. Pertimbangan geografis karena benteng Ollo dianggap lebih strategis berada dipertengahan perbatasan wilayah Umbosa (Timur) dan Siofa (Barat). (Ali Hadara)

3. Alasan penting lainnya karena tarikan benteng Ollo yang tidak jauh dari bukit Tapaa yang diyakini oleh masyarakat setempat adalah puo nufuta (pusat tanah) yang dijadikan sebagai tempat pertapaan dan tafakur.(La Ode Saidin)

Benteng Pale'a dan Benteng Ollo merupan hasil karya masyarakat Kaledupa masa lampau yang menjadi pusat peradabadan dan pusat pemerintahan selama ratusan tahun. Benteng Palea'a pernah dijadikan sbg pusat ibukota yang diduduki oleh 15 pemimpin yaitu 10 Raja kerajaan Kahedupa dan 5 orang Lakina Barata Kahedupa. Sedangkan Benteng Ollo menjadi pusat pemerintahan sara barata Kahedupa yang pernah diduduki olh 11 Lakina Barata Kahedupa dan 6 Lakina yangsekaligus merangkap sebagai kepala distrik Kaledupa

Karena keberadaanya kedua Benteng tsb sekarang dapat dijadikan sebagai bukti dan saksi sejarah yang mendeksripsikan kehidupan masa laumpau dan menjadi warisan untuk generasi sekarang dan akan datang.

........oleh : Ahmad Daulani

Komentar

Hasan mengatakan…
Bagusnya mungkin penyebutan kerajaan dan raja di Kahedupa itu diganti. Atau ada penjelasan....
Menurut sy kahadupa tidak mengenal sistem kerajaan
Ahmad Daulani mengatakan…
Hasan ada saran utk pergantian nama kerajaan dan sebutan raja yg dimaksud tsb ust ?
Semua sumber baik yg berdomisili di Kaledupa ataupun dluar kaledupa juga beberapa sumber yg berasal dari daerah lain yg mengetahui sejarah kaledupa mereka semua mengatakan bahwa kaledupa adl kerajaan. Kemudian sy merubah teknik mengumpulan datax dari top up menjadi botton up tetapi tetap kesimpulannya kaledupa adl kerajaan.
Dan merujuk lagi dari beberapa dokumen dan naskah yg sy baca juga ada yg menyebutkan kaledupa adl kerajaan dan pimpinannya disebit raja, begitu juga dlm beberapa naskah koleksi Mulku Zahari juga ada dokumen yg menyebutkan demikian, bgtu juga hasil2 penelitian prof laniampe juga senada dgn yg sy sampaikan diatas.
Jika kedepan sy menemukan sumber yg dgn versi yg lain maka akan kita coba gali sampai ketahap simpulan.
Amriansyah mengatakan…
Ahmad Daulani Mohon maaf, di paragraf ketiga ada penyebutan desa palea ya? Yg sy pernah baca Palea itu nama dusun, Desa Pajam. Mohon di koreksi kalau salah bang 🙏
Ahmad Daulani mengatakan…
Amriansyah iya betul sekarang menjadi dusun Palea desa Pajam kec. Kaledupa skrg. Tapi pada masa eksisnya Palea adl sebuah kota
Amriansyah mengatakan…
Ahmad Daulani iya bang, tapi disitu tertulis Benteng Palea sekarang terletak di
Ahmad Daulani mengatakan…
Amriansyah hehehe iya yahh di tulisan sy diatas tertulis terletak di desa Pale'a padahal yg sy maksud adl desa Pajam (Palea Jamarakka) 😁, thanks saranx
Ruslan Halim mengatakan…
Ahmad Daulani. Mantap., & luar biasa pemaparan sejarah Barata Kahedupa. Pd th 1960 an, sy pernah lht bangunan" benteng tsb, ketika mengikuti kujyngan krja alm ayah sy. Berkeliling se antero Wakatobi.
Akhmad Aris mengatakan…
Sangat respek dgn sejarah ini. Ilmiah, dan terukur. Sy saran spy ini bs dibukukan utk menjadi referensi generasi ke depan. Notodahani dia kua kambea teyi kita atto tomina jumari kerajaan otonom. fanaiso dahani
Ahmad Daulani mengatakan…
Akhmad Aris insya allah doakan dan mari saling bahu membahu untuk mewujudkan itu semua, krn jika sejarah tdk segera ditulis maka akan banyak pengaburan bahkan hilang.
Brekerman Fine mengatakan…
tongka alamu ternyata raja kaedupa... Baru dpt pencerahan ttg beliau..krn beliau tercantum dlm mantra ilmu kejantanan yg di berikan leluhurku
Ahmad Daulani mengatakan…
Brekerman Fine hehehehe betul tongka allamu itulah yg dimaksud dalam beberapa mantra2 kuno masyarakat Kahedupa (Kaedupa kebanyakan masy. Buton menyebutnya)
Brekerman Fine mengatakan…
Ahmad Daulani terimah kasi atas kisahx.. tpi kisah beliau harus di telusuri kebenaranx... Terutama beliau hidup di zaman siapa.... Krn cerita sejarah byk versi walau dari sumber yg sama
Ahmad Daulani mengatakan…
Brekerman Fine sy akan bahas secara detail ttg Tongka Allamu dalam buku "KALEDUPA DALAM LINTASAN SEJARAH" yg insya allah akan sy cetak di pertengahan thn ini, doakan sj pak.
Makmun Fungka Masigi mengatakan…
Brekerman Fine apa kaitan mantra itu dgn tongka allamu ?
Makmun Fungka Masigi mengatakan…
Brekerman Fine sebab setahu saya yg berkaitan dgn mantra biasanya adalah nama benda sakti. Misalnya tongka itu berarti tongkat. Tongka allamu berarti tongkat yg sakti, karena berkaitan dgn alam. Jadi tongka allamu itu tongkat alam yg kekuatannya serupa.dgn alam
Ahmad Daulani mengatakan…
Makmun Masigi kalau kaitan nama seseorang dgn matra dalam kultur org kaledupa atau indonesia pada umumnya bukan hal yg baru, penggunaan nama seseorang yg dianggap alim atau sejenisnya utk tawassul wajar dan banyak dgunakan. Bukan hanya nama tongka Allamu sj klo dikaledupa yg sering dikaitkan dgn mantra kadamg juga fatimah dan ali, ada juga yg menyebut nabi adamu, ada juga yg sering menyebutkan abdul kadir al jaelani dana banyak lagi.
Ahmad Daulani mengatakan…
Makmun Fungka Masigi atau bisa juga mmg nama org, yg mmg berarti konotasi dikaledupa kan mmg lumrah dlm menyebut mama org dgn arti konotasi tdk pada arti harfiahnya. Ada yg menggunakan nama hewan, namakue, nama tumbuhan, nama hewan laut dan sbg. Biasa itu pak
Brekerman Fine mengatakan…
dlm bunyi mantra peningalan leluhurku..disana di sebutkan ttg kalimat tongka alamu..tpi tdk di jabarkan apa itu tongka alamu n kpd siapa kita menerjemahkan kata2 mantra tsb ? Org sd meningal... Tpi saudara Ahmad Daulani menjelaskan itu semua... Mantra yg ku punya blm di pake pak... Lagi ku cari org unk jdi sampel
Ahmad Daulani mengatakan…
Brekerman Fine betul sekali bhw mesti dilakukan penelusuran2 sejarah lebih intens lagi sebelum waktu menghapus rekamnya, soal banyak versi itu menjadi kekayaan khazanah budaya yg akan lebih memudahkan para peneliti saat melakukan kajian
Makmun Fungka Masigi mengatakan…
Benteng Palea terletak di desa Palea....benarkah Pak Dosen ? Sejak kapan Palea mekar jadi desa ? Berarti Kaledupa Selatan sdh 11 desa. Padahal sampai detik ini Kaledupa Selatan hanya memiliki 10 desa yaitu : 1. Desa Lentea, 2. Desa Darawa, 3. Desa Tanomeha, 4. Desa Tanjung, 5. Desa Langge, 6. Desa Sandi, 7. Desa Pajam, 8. Desa Peropa, 9. Desa Kasuwari, 10. Desa Tampara. Jadi tidak ada desa Palea kan ?
Ahmad Daulani mengatakan…
Makmun Fungka Masigi hehehehe sdh sy klarifikasi kesalah penyebutanx pak di komentar sy sebelumnya, mmg dlm tulisan sy menyebut desa Pale'a padahal yg sy maksud adl pajam (Pale'a-Jamarakka) 😃
Daduwali Sangiya mengatakan…
La Rahamani rombongan pertama yg tiba dipulau Kahedupa sebelum kedatangan rombongan ke 2 yg dipimpin La Tongka'a Alamu, sedang di Ombonowulu atau umunya dikenal dgn nama Pancana atau Wuna, La Rahamani merupakan raja pertama di Pancana atau Wuna, La Rahamani ke Kaledupa setelah tersingkir dari Ombonowulu dengan kedatangan Sawerigading bersama rombongannya.
Ahmad Daulani mengatakan…
Daduwali Sangiya iya betul La Rahamani adl rombongan yg sampai ke Kaledupa sebelum Tongka Allamu tapi tapi kedatangan La Rahamani ke Kaledupa bukan dari Ombonawulu. La Rahamani dari Ombonawulu itu kembali ke Kaledupa.
Setau sy La Rahamani belum sempat menjadi raja di Ombonawulu, dia baru mencettuskan pendirian kerajaan Ombonawulu kemudian kembali ke kaledupa krm sdh tersingkir olh rombongan yg baru dtg.
Daduwali Sangiya mengatakan…
Ahmad Daulani kalau ketangan dari Raja Barata La ode Muslimin ( sdh almarhum ) dan perangkat lainnya menjelaskan antara Kaledupa dgn Wuna yg ada di Bombonawulu ada keterkaitan di LA RAHAMANI, kemudian Literatur dari Tidore dan Wuna Ombonowulu , menjelaskan bhw Rahamani keluar dari Tidore dgn membawa Boki Siti dewi ( wao dhe Ine ine ) dan mendirikan kerajaan Wuna, lalu SAWERIGADING datang dan mengambil alih kepemimpin lalu Wuna Ombonowulu menjadi Pancana, stlh Sawerigading menjadi raja LA RAHAMANI ke Kaledupa sdgkan anak anak LA RAHAMANI yg laki laki ke pulau Seram sdgkan anak anak perempuannya di kawini oleh rombongan SAWERIGADING
Ahmad Daulani mengatakan…
Daduwali Sangiya iya sy kenal beliau. Tapi alurx sedikit berbeda kalau dari bersumber diatas. Dgn Fakta dan bukti lain sy temukan ada. Dan sy sdh baca hampir semua tulisan yg menyebut la Rahamani versi ombonawulu. Soal simpul keterkaitan antara Kahedupa dan Ombonawulu itu ada dan benar terdapat pada La Rahamani. Tapi soal alurnya dan buktinya hrs perlu diskusi panjang lagi. 🙏
Ahmad Daulani mengatakan…
Kalau di buku yg sy tulis ttg La Rahamani sy jelaskan secara detail,, tentu dgn mempertimbangkan dan membaca literatul dari banyak pihak
Mustafarauf mengatakan…
Terima Kasih Atas Tulisannya Tentang Sejarah Barata Kahedupa

Postingan populer dari blog ini

KAKADHO BHAA LASUNA

sumber foto : istimewa Meskipun makam ini sekarang tampak tak terurus dan sudah banyak yang melupakannya namun sosok yang ada dibaliknya adalah sosok yang sangat legendaris dan sangat mengemuka di negeri Kahedupa, negeri Buton dan negeri Pancana Muna pada akhir abad ke 16 Masehi.  Di Kahedupa ia bernama La Tingku, ia adalah salah satu bangsawan Kahedupa yang memimpin wilayah Tombuluruha. Ia juga dikenal sebagai ahli perang yang sangat handal sehingga di Kahedupa juga ia dikenal dengan nama Kakadho Tombuluruha.  Sezaman dengan La Tingku yang memimpin Tombuluruha, Kahedupa dimasa itu dipimpin oleh raja La Molingi sementara Buton di pimpin oleh Sultan Laelangi. Jauh sebelum masa itu sejatinya telah terbentuk persekutuan pertahanan keamanan baik keamanan luar maupun di dalam negeri yang terdiri dari 5 kerajaan yang digagas oleh Sultan Murhum. Persekutuan tsb dikenal dengan persekutuan BHARATA dengan Buton sebagai sentralnya. Kelima negeri itu adalah Buton, Kahedupa, Muna, Kolencusu dan Tiw

Benteng Pale'a sebagai Pusat Peradaban Kaledupa

sumber foto : istimewa   Oleh : Ahmad Daulani Sama seperti kerajaan pada umumnya, Kaledupa yang memiliki histori panjang sebagai kerajaan vasal juga memiliki banyak peninggalan sejarah yang belum terungkap. Diantaranya benteng dan bukti fisik lainnya yang menurut masyarakat setempat memiliki peran dan makna penting dalam sejarah peradaban Kaledupa. Dipulau Kaledupa terdapat beberapa benteng peninggalan peradaban masa lampau yang menjadi warisan leluhur sebagai saksi sejarah sebagai hasil karya yang sangat mengagumkan oleh manusia sekarang. Ada 2 benteng besar yang masih tersisa meskipun sebagain sudah mengalami kerusakan karena dimakan usia dan tidak terawat lagi yaitu benteng Pale'a sebagai jejak peradaban Kaledupa sebagai kerajaan dan benteng Ollo sebagai jejak Kaledupa sebagai barata Kahedupa yang telah terintegrasi sebagai bagian dari wilayah kesultanan Buton. Benteng Pale'a sekarang terletak di desa Pale'a kecamatan Kaledupa Selatan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara

Syiar Islam Imamu Fadha di Kahedupa

sumber foto : istimewa Syair Islam yang dibawa oleh para pedagang maupun yang berdiaspora dengan latar belakang yag beragam berkembang dengan pesat diwilayah kerajaan-kerajaan yang penyebarannya menyeluruh kehampir pelosok negeri. Pada awal abad ke 14 Masehi kerajaan Kahedupa dibawah kepemimpinan raja Muhammad Baengu yang merupakan raja ke – 4 kerajaan Kahedupa, sampailah rombongan para saudagar muslim ke kerajaan Kahedupa. Salah seorang diantara mereka bernama Syech Ahmad bin Qais Al Idrus dari Kerajaan Pattani  di Johor yang masuk melalui Padang,  Sumatra Barat. Kedatangan Syech Ahmad ke Kahedupa bukanlah semata-mata urusan perdagangan tetapi ia datang dengan misi khusus penyebaran agama Islam. Syech Ahmad bin Qais Al Idrus bukanlah penyiar Islam yang pertama sampai di kerajaan kahedupa, sebab saat ia sampai ketanah Kahedupa pengaruh Islam sudah ada di wilayah itu dan terdapat nilai – nilai ajaran Islam yang berdialektika dengan kebudayaan lokal. Namun pengaruh Islam belumlah merata