Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

PAJAGA

Oleh : Ahmad Daulani Bagian 1       Nama pulau “Kaledupa” diambil dari kata Kau Dupa yang berarti kayu dupa. Nama ini di berikan oleh serombongan pelaut yang kebetulan melintasi pulau Kaledupa dan   mencium wangi dupa (kemenyan) sehingga oleh mereka pulau tersebut diberi nama Kahedupa dan kemudian lebih dikenal dengan sebutan Kaledupa. Kayu dupa sendiri merupakan benda yang paling dekat hubungannya dengan ritual. Pada masa lampau penduduk Kaledupa menganut keyakinan animisme dinamisme, sehingga hampir seluruh masyarakat menggunakan dupa untuk media komunikasi dengan para arwah leluhur. Agama Islam masuk dan menyebar dalam masyarakat Kahedupa, yang kemudian berasimilasi dengan tradisi atau adat istiadat yang sudah ada dan diwarisi secara turun-temurun dari nenek moyang. Agama Islam menunjukkan kearifannya ketika berhadapan dengan adat dan tradisi lokal yang sudah mapan, yang ditandai dengan pendekatan dakwah secara bijaksana, damai dan bertahap, bukan dengan cara frontal apalagi

Mesjid Agung Bente dan Makna Implisitnya

  Oleh : Ahmad Daulani Salah satu bukti penyebaran islam di Kahedupa (Kaledupa) adalah mesjid Agung Bente. Mesjid Agung Bente dibangun pada zaman Kerajaan Kahedupa yang sekarang terletak dalam salah satu benteng tua yang merupakan wilayah administrasi Limbo Ollo (Desa Ollo Selatan) kecamatan Kaledupa kabupaten Wakatobi sekarang. Mesjid tersebut dibangun karena semakin banyak masyarakat kahedupa yang memeluk agama islam saat itu sehingga langgar yang dibangun di Fungka Masigi yang digunakan sebagai tempat musyawarah dan beribadah tidak lagi mampu menampung masyarakat sekitar. Sehingga Raja Kahedupa dan sara agama bersepakat haruslah dibangun sebuah masjid untuk menjadi pusat penyebaran dan kajian ajaran islam. Raja Kahedupa memerintahkan kepada Mansuana Hato Tompa (tokoh agama empat penjuru) untuk mencari lokasi pembangunan mesjid. Mansuana Hato Tompa kemudian melakukan perjalanan untuk mencari lokasi dari fungka masigi kearah siofa (barat) melewati Kollo Onitu – Sampalu Melangka –

Kahedupa dan Sejarah Terintegrasinya

Jejak kerajaan Kahedupa masa lampau masih menyisakan banyak misteri sampai sekarang. Kahedupa yang awalnya adalah wilayah Sara-Sara Fungka (kepemimpinan Komunal) yang mana masyarakatnya menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme.  Kehidupan masyarakat Kahedupa pada zaman itu mendiami perbukitan/gunung (Fungka). Kehidupan masyarakat Kahedupa masih dibawah kendali Tetua sara-sara fungka yang terbagi menjadi tiga wilayah kekuasaan yaitu wilayah fungka Pangilia, wilayah fungka Patua dan wilayah fungka Horuo.  Serewaha adalah tetua wilayah fungka Pangilia, La Rahmani adalah tetua wilayah fungka Patua Bente dan Ta’ayomi adalah tetua wilayah fungka Horuo. Dari ketiga tetua sara-sara fungka yang pertama kali masuk islam adalah La Rahamani. Sebab La Rahamanilah yang banyak berinteraksi dengan orang-orang dari luar Kahedupa karena pelabuhan sentral pulau Kahedupa saat itu berada di sampua Buranga yang notabene adalah wilayah fungka Patua. Banyak yang keluar masuk melalui sampu'a Buranga Rom