Langsung ke konten utama

Kahedupa dan Sejarah Terintegrasinya



Jejak kerajaan Kahedupa masa lampau masih menyisakan banyak misteri sampai sekarang. Kahedupa yang awalnya adalah wilayah Sara-Sara Fungka (kepemimpinan Komunal) yang mana masyarakatnya menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme. 

Kehidupan masyarakat Kahedupa pada zaman itu mendiami perbukitan/gunung (Fungka). Kehidupan masyarakat Kahedupa masih dibawah kendali Tetua sara-sara fungka yang terbagi menjadi tiga wilayah kekuasaan yaitu wilayah fungka Pangilia, wilayah fungka Patua dan wilayah fungka Horuo. 

Serewaha adalah tetua wilayah fungka Pangilia, La Rahmani adalah tetua wilayah fungka Patua Bente dan Ta’ayomi adalah tetua wilayah fungka Horuo.

Dari ketiga tetua sara-sara fungka yang pertama kali masuk islam adalah La Rahamani. Sebab La Rahamanilah yang banyak berinteraksi dengan orang-orang dari luar Kahedupa karena pelabuhan sentral pulau Kahedupa saat itu berada di sampua Buranga yang notabene adalah wilayah fungka Patua. Banyak yang keluar masuk melalui sampu'a Buranga

Rombongan yang masuk pertama kali adalah rombongan pedagang dari Persia. Tetapi beberapa sumber menuturkan bahwa yang masuk itu bukanlah seorang pedagang biasa tetapi seorang pesyiar Islam yang bernama Muhammad Umar Muhadar. Kemudian belakangan diketahui adalah anak salah satu Ulama besar dari Persia bernama Muhammad Arif Billah Ma’arifatul Al Kurqi yang pernah masuk ke wilayah Samudra Pasai.

Muhammad Umar Muhadar adalah orang yang membawa dan menyebarkan islam pertama kali di pulau Kahedupa. Orang pertama yang ia Islamkan adalah tetua fungka Patua yang kemudian diberi nama Al Rahman, oleh orang Kahedupa dikenal dengan nama La Rahmani. 

Setelah La Rahamani memeluk Islam, ia memperkenalkan Muhammad Umar Muhadar kepada tetua sara-sara fungka yang lain, yang pada akhirnya juga mereka memeluk Islam setelah pertemuan mereka dengan Muhammad Umar Muhadar. Tetua fungka Pangilia bernama La Serewaha kemudian diberi nama As Sirullah dan tetua fungka Horuo bernama La Taayoni diberi nama At Ta'yun.

Keberadaan Muhammad Umar Muhadar banyak membawa perubahan terhadap perilaku dan keyakinan masyarakat sara-sara fungka.

Karena kekaguman La Rahmani atas kepiawaian ilmu Muhammad Umar Muhadar, sang tetua fungka Patua kemudian menikahkannya dengan putrinya yang bernama Wa Bae-Baengu atau putri Bahniy

Sejak saat itu Muhammad Umar Muhadar diangkat menjadi wakil La Rahamani sebagai tetua fungka Patua, sehingga Umar Muhadar sering menjadi perwakilannya dalam mengelola urusan pemerintahan.

Keberhasilan Umar Muhadar selama berada di pulau Kahedupa mendapatkan tempat khusus dihati para tetua sara-sara fungka. Kemudian La Rahamani mengusulkan agar para tetua sara-sara fungka bertemu untuk membahas wilayah mereka.

La Serewaha adalah orang yang bertanggung jawab untuk mencari lokasi yang akan dijadikan tempat pertemua para tetua. Dalam gua yang terletak di wilayahnya kemudian pertemuan para tetua itu di laksanakan. Hadir juga Umar Muhadar dalam pertemuan itu.

Dari hasil pertemuan para tetua sara-sara fungka memutuskan penyatuan seluruh wilayah sara-sara fungka dalam satu sistem pemerintahan Kerajaan Kahedupa. Setelah melalui proses musyawarah yang panjang para tetua mengambil sebuah keputusan yang dalam bahasa Kaledupa di istilahkan dengan “no pale’e mo na pogau atau “Pale’a nu Pogau” .

Keputusan tersebut menyatakan bahwa benteng Kerajaan Kahedupa akan dibangun diatas bukit dimana para tetua melakukan pertemuan. Bukit itu diberi nama bukit Pale’a (Fungka nu Pale’a) yang artinya bukit pengambilan keputusan, dan Muhammad Umar Muhadar ditunjuk sebagai raja pertama Kerajaan Kahedupa dengan gelar Muhammad Ndangi Tongka Allamu. Sejak saat itu rakyat Kahedupa mengenal Muhammad Umar Muhadar dengan nama Tongka Allamu.

Simbol kerajaan Kahedupa adalah Tombi Mosega atau bendera bercabang Tiga yang melambangkan penyatuan tiga wilayah utama sara-sara fungka.

Pada masa pemerintahannya, Tongka Allamu membangun Benteng Pale’a sebagai pertahanan dan pusat pemerintahan kerajaan Kahedupa. Benteng Pale'a dibangun tepat diatas gua yang dijadiakan sebagai tempat musyawarah para tetua sara-sara fungka. Pengerjaan benteng mulai dibangun secara gotong royong oleh masyarakat dari ketiga wilayah sara-sara fungka. Benteng Palea dibangun berbentuk persegi empat dengan luas sekitar 100x120 m2. Material benteng banyak diambil dari wilayah Pangilia dan Horuo. Selain itu didalam benteng Pale’a terdapat Bhantea (Balai), Kamali, Langgar, dan rumah berukuran 3x4 meter yang digunakan sebagai tempat Harua dan Podupaa (saat itu masyarakat kahedupa masih banyak menganut kepercayaan animisme dan dinamisme). 

Struktur bangunan benteng Pale’a dilengkapi dengan 4 lawa (gerbang) yaitu :
Lawa Naga merupakan gerbang utama benteng, lawa Montu, lawa Te'e dan lawa Sambalagi

Saat pelaksanaan penobatan (Sakaa) Tongka Allamu sebagai raja pertama Kahedupa dengan gelar Muhammad Ndangi Tongka Allamu, sang raja juga melaksanakan ritual islamisasi atau sunatan massal. Tapi tidak dilaksanakan secara frontal, sehingga orang yang mulanya berkeyakinan Animisme Dinamisme sampai saat ini masih banyak dijumpai dalam tradisi dan kebiasaan orang Kahedupa. Sunatan masal yang dilakukan oleh Tongka Allamu masih dilestarikan sampai saat ini di Kahedupa dalam tradisi Karia. 

Dalam penobatan tersebut Tongka Allamu sebagai raja pertama ia dibacakan sumpah dari para tetua sara-sara fungka yang termuat dalam hikayat Kahedupa sbb :
 
Tadhemo la Tongka Allamu
Te tombi no bhelo-bhelomo
Te tombi no bhelo-bhelomo
Di lawa naga numpalea
Di lawa naga numpalea

Di kerajaan nung kahedupa
Kaiso di fungka nupatua bente napamokoto’a nu adati
Dikerajaan Kahedupa nanokedhe na sara hu’u

Nako nontoromo na adati
Kusamaa Langkahedupa
Kahedupa gau satoto
Bhara kene ninsoso nnako

Untuk menjaga dan memperkuat wilayahnya, kerajaan Kahedupa membangun benteng – benteng pertahanan yang tersebar diseluruh wilayah-wilayah yang rawan diserang musuh. Adapun hubungan benteng Pale’a di pulau Kaledupa dengan benteng benteng lain yang ada di Kaledupa, yakni sebagai sentral informasi dan komunikasi dalam proses pertahanan sehingga dapat menjalin kerja sama dengan benteng yang lain. Sepanjang peradabannya Kahedupa membangun benteng sebanyak 15 benteng yang tersebar didalam dan bagian terluar pulau Kahedupa. 

Kahedupa dalam eksistensinya sebagai kerajaan pernah dipimpin oleh 10 raja diantaranya adalah :

1.   Muhammad Ndangi Tongka Allamu (1260-1310M)
2.   Muhammad Syamsa Allamu (1310-1362M)
3.   Muhammad Kapala Fari Allamu (1362-1391M)
4.   Muhammad Baengu (1391-1437M)
5.   Imamu Fadha (1437-1490M)
6.   La Olepe (1490-1525M)
7.   La Mbongi (1525-1541M)
8.   La Yofi-Yofi (1541-1577M)
9.   La Kongki (1577-1607M)
10. La Molingi (1607-1635M)

Setelah dimasa pemerintahan raja La Molingi sebagai raja ke 10 kerajaan Kahedupa sekitar tahun (1607-1635M), kerajaan Kahedupa mulai banyak berhubungan dengan kesultanan Buton khususnya dalam hubungan pernikahan. Walaupun pernikahan antara orang Kahedupa dan Buton sudah pernah terjadi jauh sebelum itu, namun yang banyak pada zaman La Molingi.

Pernikahan antara bangsawan Kahedupa dan bangsawan dari Buton mulai banyak terjalin diantaranya pernikahan La Ode Benggali dengan anak Raja La Molingi, La Ode Benggali adalah anak dari Mosabuna Yi Lelamu (La Ode Asifadi) di Kahedupa dikenal dengan nama Kasafari bersaudara dengan Sapati Baluuwu, Mosabuna Kumbewaha, dan Mia Dhao (La Ode Batini) yang keempatnya adalah anak dari Laki Mancuana Kumbewaha. Mia Dhao juga menikah di Kahedupa dengan anak Mansuana Tapa'a. Sedangkan anak kedua dari Kasafari yang bernama La Ode Buke menikah dengan anak Waopu Patua Mansuana, dan masih banyak lagi.

Pasca kematian La Molingi raja ke 10 kerajaan Kahedupa, membawa kerajaan kahedupa pada konflik tahta. La Ode Benggali yang harusnya memiliki hak sebagai penerus tahta karena ia merupakan anak mantu dari sang raja namun ia tidak menerima tahta tersebut malah menyerahkan kepada Kasafari yang notabene tidak memiliki hak sama sekali. Sehingga penunjukan Kasafari sebagai raja Kahedupa ke 11 mendapat penolakan dari banyak rakyat Kahedupa, terutama dari raja Horuo yang merupakan salah satu pilar utama kerajaan Kahedupa.

Penolakan raja Horuo kepada Kasafari, menimbulkan perlawanannya terhadap keputusan kerajaan Kahedupa, perlawanan tersebut menyebabkan ia harus berhadapan dengan Sapati Baluuwu. Terjadi perang diantara raja Horuo dan Sapati Baluuwu yang notabene datang mendukung saudaranya. Dalam perang itu raja Horuo ditaklukan oleh Sapati Baluuwu dengan bantuan beberapa Kapita Waloindi. Disanalah raja Horuo menyatakan somba waopu (kepada Sapati Baluuwu). Bukti penaklukan ini muncullah nama Sombano diwilayah penaklukan itu sebagai tempat sombaanu raja Horuo.

Kekalahan raja Horuo dari rombongan Sapati Baluwu maka tersingkirlah rintangan Kasafari menjadi raja Kahedupa menggantikan La Molingi.

Pada masa pemerintahan Kasafari sebagai raja ke 11 kerajaan Kahedupa, Saripati Baaluwu datang ke Kahedupa sebagai utusan Sultan Buton untuk merintis pembentukan Bharata Kahedupa sebagai wilayah kesultanan Buton. Kasafari yang adalah saudara Sapati Baluwu dengan mendapat persetujuan dari pejabat-pejabat kerajaan Kahedupa kemudian menyetujui penyatuan tersebut dan menunjuk Kasafari (La Ode Asifadi) sebagai Raja/Lakina Bharata Kahedupa yang pertama pada tahun 1635-1673M. 

Kahedupa sebagai Bharata diwilayah Timur Buton diberikan keistimewaan yang termuat dalam falsafah ”Kahedupa tenirabu teandi-andi nu Wolio” (Kaledupa yang diperhitungkan adalah adik kandung Buton). Falsafah ini adalah semboyang untuk mempererat hubungan Kahedupa-Buton sekaligus sebagai tameng untuk meredam gejolak perlawanan dan penolakan orang Kahedupa. 

Bahwa kahedupa jika berada di Buton posisinya sebagai Bharata Kahedupa di bawah kesultanan Buton dan jika dalam wilayahnya sendiri maka Kahedupa menjadi dirinya sendiri dalam artian memiliki wewenang atau otonomi khusus untuk mengkoordinir wilayahnya. 

Ditahun pertama kepemimpinannya, Kasafari (1635 – 1673 M) sebagai Lakina Bharata Kahedupa memerintahkan pembangunan benteng Togo (Benteng Ollo). Pembangunan benteng Togo ini dibawah pengawasan Laode Battini atas perintah Kasafari. Pembangunan benteng Togo ini bertujuan untuk meningkatkan pertahanan kekuatan diwilayah Siofa.

Selain itu benteng Togo juga rencananya akan digunakan sebagai pusat sitem pemerintahan yang baru. Di kemudian hari di ketahui bahwa pembangunan benteng Togo ini ternyata  memiliki maksud tersembunyi yaitu agar memudahkan peralihan pusat sistem pemerintahan yang tadinya di benteng Pale’a kemudian di pindahkan ke benteng Togo. Peralihan pusat sistem pemerintahan dan pertahanan ini tidak luput dari campur tangan dan dominasi pihak Kesultanan Buton. Sebab dari peralihan ini oleh masayarakat setempat dikenal dengan  istilah “no mosilo na folio” maksudnya Kesultanan Buton merasa perlu merubah tatanan sistem pemerintahan di Kahedupa sebab jika sistem pemerintahan masih berkedudukan di benteng Pale’a,  struktur dan sistem pemerintahan yang berlaku  masih menggunakan fungsi penuh dari Kerajaan Kahedupa karena keistimewaan yang di berikan oleh Kesultanan Buton. Peralihan penuh sistem pemerintahan dan pertahanan secara paripurna dari benteng Pale’a ke benteng Togo terjadi pada masa pemerintahan Sangia Jalima (1702 – 1727 M). 

Akibat pemindahan dari Pale'a Ke Togo (Benteng Ollo) tatanan kehidupan Kahedupa banyak kehilangan jati dirinya sebagai Kerajaan. Tetapi Kahedupa dikenal karena kesetiaannya kepada Buton sehingga banyak komando pasukan pertahanan Buton berasal dari Kahedupa.

Karena pengaruh Kesultanan Buton sudah sangat kental di Kahedupa, maka konstruksi benteng Togo sedikit berbeda dengan benteng Pale’a. terutama pada jumlah lawa (gerbang) dan bentuknya. Dibenteng Togo dibangun sembilan lawa untuk menghubungkan keseluruh wilayah-wilayah pemukiman masyarakat yang sudah mulai menyebar.

Kerajaan Kahedupa dalam peralihannya sebagai Bharata Kahedupa menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistem strategi pertahanan kesultanan buton Hal  ini dapat di lihat dari  masuknya sistem strategi pertahanan kesultanan buton dalam bagian sistem pertahanan Bharata yakni sebuah konsepsi strategi pemerintahan pada masa pemerintahan Sultan Qaimoeddin Khalifatul Khamiz (Murhum, 1538-1587M) yang dikenal dengan istilah “Empat Penjuru Berlapis”.

Wilayah Bharata adalah wilayah yang diperintah secara tidak langsung oleh Sultan Buton karena Bharata sesungguhnya merupakan kerajaan-kerajaan kecil. Jadi pertahanan Bharata Kahedupa memiliki kekuasaan otonomi penuh untuk bertindak langsung apabila ada musuh yang mengganggu integritas wilayah Kesultanan Buton serta bertanggung jawab atas keamanan diwilayah teritorialnya. Kesultanan Buton menerapkan sistem pemisahan kekuasaan sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Martabat Tujuh bahwa pembagian wilayah terdiri dari pemerintahan yang berada di ibukota Kesultanan, pemerintahan Bharata dan pemerintahan Kadie diberikan kebebasan untuk mengurus dan memimpin sepenuhnya diwilayahnya sendiri tanpa campur tangan pemerintahan diatasnya baik kesultanan maupun bharata. Begitu juga penentuan dan pembayaran pajak kadie-kadie dalam wilayah bharata langsung membayar sendiri ke kesultanan tanpa melalui bharata, hubungan kadie-kadie dalam wilayah bharata adalah koordinasi.

Dalam pembagian wilayah teritorial Bharata yang termuat dalam UU Martabat Tujuh, wilayah teritorial Bharata Kahedupa dari Morommaho sampai Batuata. Bharata Kahedupa yang merupakan salah satu dari empat bharata Kesultanan Buton terdiri dari 18 kadie (daerah) yang terdapat sialimbo dilaro (sembilan daerah didalam pulau Kaledupa) sialimbo diliku (sembilan daerah ada diluar Kaledupa). 9 kadie yang ada dipulau Kaledupa yaitu Langgee, Laulua, Ollo, Fatole, Tapaa, Kifolu, Tombuluruha, Tampara,  Lefuto. 4 kadie dipulau wanci yaitu Liya, Mandati, kadie Wanse, kadie Kapota. 2 kadie ditomia yaitu Tongano dan Timu. Dan 3 kadie di Binongko yaitu Palahidu, Popalia dan Wali. Seluruh kadie atau limbo yang berada dibawah wilayah teritorial bharata mempimpin dirinya sendiri secara penuh dan tidak bertanggung jawab kepada Lakina Bharata tapi langsung kepada Sultan. Terdapat 1 kadie yang dipimpin Lakina dari kalangan Kaomu yang diberi gelar keistimewaan oleh kesultanan Buton sebagai Bobato Mancuana Haya yaitu Kadie Liya dipulau wanci.

Kahedupa dalam eksistensinya sebagai bharata pernah dipimpin oleh 22 Lakina atau Miantu’u diantaranya adalah :
La Ode Asifadi  gelar Kasafari (1635 – 1673 M)
La Ode Benggali  gelar Yi Indolu Palea (1673 – 1702 M)
Laode Mane Umbe  gelar Sangia Jalima (1702 – 1727 M)
La Ode Idiri  gelar Galampa Melangka (1727 – 1744 M)
La Ode Buke  gelar Sangia Wande-Wande (1744 – 1764 M)
La Ode Siripua  gelar Sangia Geresa (1764 – 1799 M) 
La Ode Kamara  gelar Sangia Fengka Fabeka (1799 – 1784 M)
La Ode Yifi  gelar Sangia Fatu Mohute (1799 – 1805 M)
La Ode Labunta  gelar Sangia Tapa’a Bente (1805 – 1816 M)
La Ode Idirisi  gelar Sangia Kamali Bente (1816 – 1834 M)
La Ode Adam Salihi  gelar Moori Tuminggala (1834 – 1844 M)
La Ode Rabba  gelar Waopu Kamali Masae (1844 – 1864 M)
La Ode Muhammadi Lawa  gelar Waopu Kamali Asana (1864 – 1881 M)
La Ode Uma  gelar Waopu Kamali Molengo Melaiy (1881 – 1891 M)
La Ode Taode  gelar Waopu Kamali Mokimu (1891 – 1892 M)
La Ode Maddu  gelar Waopu Kamali Foou Melaiy (1892 – 1911 M)
La Ode Rafa   gelar Waopu Kamali Hanta (1911 – 1919 M)
La Ode Taibu   gelar Waopu Kamali Guu (1919 – 1929 M)
La Ode Raa   gelar Asal  Kamali Asana (1929 – 1931 M)
La Ode Amunu (Saudara Kandung Sultan ke 38) (1931 – 1940 M)
La Ode Hibali  (Dari Wolio/Komisaris) (1940 – 1942 M)
La Ode Maundu  gelar Yaro Kahedupa (1942 – 1958 M)

Dimasa pemerintahan Waopu Kamali Hanta sampai dengan Yaro Kahedupa, sistem pemerintahan mulai beralih kesistem pemerintahan distrik dimana intervensi Belanda mulai masuk kedalam sistem pemerintaham. Belanda masuk ke Kaledupa pada tahun 1909 M. Dalam pelaksanaan kontrol antar pulau di Bharata Kaledupa.

Meskipun jabatan kepala distrik dijabat rangkap oleh Lakina bharata Kahedupa tetapi struktur pemerintahan bharata mulai dilemahkan. Setelah selesai masa jabatan Yaro Kahedupa maka kepemimpinan kepala distrik tidak lagi mutlak turunan bangsawan karena struktur dan kewenangan Bharata sudah dihilangkan oleh Belanda. 

Kepala distrik Kaledupa yang pernah menjabat selama proses peralihan sistem kepemimpinan oleh pihak Belanda. Kepala distrik Kaledupa pertama adalah La Ukaasa tetapi masa pemerintahannya yang tidak lama karena di culik dan dibunuh oleh gerombolan yang masuk ke Kaledupa  sekitar tahun 1958 M. Dan kepala distrik Kaledupa setelahnya adalah Idhanu Hayunu yang masa pemerintahannya juga tidak lama karena daerah-daerah swapraja telah resmi dibubarkan salah satunya adalah distrik Kaledupa sebagai salah satu daerah swapraja Onderafdeking Buton-Laiwui berdasarkan undang-undang RI no. 29 tahun 1959 tentang pembentukan daerah tingkat II di Sulawesi dan di Wakatobi terbentuk 2 kecamatan yaitu kecamatan Wandupa dan kecamatan Tombino

Setelah kepemimpinan Idhanu Hayunu, Wilayah territorial Bharata Kahedupa yang meliputi gugusan pulau wakatobi terbagi menjadi 2 kecamatan yaitu kecamatan WANDUPA (Wanci Kaledupa) dengan Buranga sebagai ibukotanya (sekarang telah menjadai kelurahan Buranga Kecamatan Kaledupa), dan kecamatan TOMBINO (Tomia Binongko) yang beribukota di Onemai Tomia. 

Adapun unsur-unsur pimpinan kecamatan Wandupa sbb : 
1. Camat Wandupa pertama yakni PELDA ABDUL RAHIM
2. Wakil camat Wandupa adl Moi Syarifuddun
3. Dan Ramil Wandupa adl La Maga
4. Kapolsek Wandupa adl La Dhonga
5. Kepala Kantor Urusan Agama adl La Ode Siebe

Camat ke 2 Wandupa adalah La Ode Usman dan Wakilnya adalah La Ode Bosa. Pada masa pemerintahan mereka Wanci mekar dari Wandupa menjadi kecamatan Wangi-wangi dengan camat pertamanya adl La Ode Bosa. Sedangkan kecamatan Kaledupa pernah dipimpin oleh 18 camat. La Dhonga sebagai camat pertama kecamatan Kaledupa.

Kaledupa sepanjang sejarah peradabannya dengan berbagai latar belakang sistem pemerintahannya sejak zaman Sara-Sara Fungka - kerajaan Kahedupa - Bharata Kahedupa - Distrik Kaledupa - kecamatan Wandupa - kecamatan Kaledupa pernah terjadi pergantian kepemimpinan sebanyak 55 kali kepemimpinan.
 
---------oleh : Ahmad Daulani



Komentar

Ahmad Daulani mengatakan…
https://sultrademo.co/opini-kahedupa-dalam-lintasan-sejarah/
Idrus LM mengatakan…
Mohon penjelasan untuk lLaode muhammadi lawa .
Yang saya tau itu tempat tinggalnya itu didepan rumahnya la sefa yg sekarang yang sekarang adalah rumahnya fa rufiati anaknya lahujuru tepatnya dibente lawa langgee. Itu ug saya tau karna itu masih kakek kami saya dengar juga dari orang tua kami. Kenapa saya katakan demikian karna saya pernah tanya kepada orang tua saya bahwa kenapa tamburu selalu berdemoteasi didepan rumahnya la sefa itu ada apa disana. Karna kebiasaan tamburu klw dia berdemonstrasi berarti ada kamali disitu. Kata orang tua saya bahwa disana adalah tempat tinggalnya kakek saya laode muhammadi dilawa atau disebut moori kandala. Dan dia juga datang dari wolio dan meninggal di wolio. Setiap kami kewolio selalu kami tidak lupa untuk menziarahi kuburan beliau di bikit badia dekat mesjid kuba. Jadi mohon penjelasan
Ahmad Daulani mengatakan…
Idrus Lm tabe tabea sia tabe'a eee kuema ema dallapita, yikomiu ana ha teana Ld ree toh
Idrus LM mengatakan…
Oho te sida naatue
Idrus LM mengatakan…
Jari aranokala hennai natamburu mina dimasihi atto noontemo nofelle di intenga dikomianto la sefa iso. Jari kiemamao diamassu kua ko nohaa fadia nofelle diiso khan imbea nakamali. Notanga naamassu kua diiso teso nusapo nuopputo laode muhammadi dilawa temoori kandala. Dan sebelum napa saya meninggal kami pernah berundinh denha keluarga dibau2 untkuk membicarakan tanaj tersebut kenapa sampao beralih kepemilikannya
Ahmad Daulani mengatakan…
Te idhammiu dipia mbongi sidha ha paka nokala maganda kua te paira na ngaano na futa mia attoe sebelum nohetade ipie waopu ld muhammadi lawa
Ahmad Daulani mengatakan…
Idrus Lm kalau status kepemilikan tanah sama sekali sy tdk tau sprti apa, yg hanya sy tau bhw tediatto mmg nopande felle na tamburu. Diheansa na atto te ngaano te kaangi angi na dijamani kahedupa mollengo
Ahmad Daulani mengatakan…
Tenidahanissu nayikomiu te pappa miu mina di waopu kamali di Guu, ara tehubunganmmiu kene waopu moori Kandala paka duka kusauri safaonne. Tabe ara kusala. Oh iya ara paka kemobohallaro akone kumelu boua te nmr hp miu
Idrus LM mengatakan…
Ahmad Daulani teinassu temina dikali dipalea tesapo nuompumami dalaro nu kota dipalea iso.
Tei ifaopu diguu kene laode muhammadi dilawa temina diamassu.
Kaliu tei laode ukaasa atu tesulu nuompusu.
Buntu laode muhammadi dilawa atu teompu mami kene La Manung Kira dan kene labansamai ai
Ahmad Daulani mengatakan…
Oo kambea, berrti tecama duka nu tombina pertama yi la Ld Rahiki sebelum nomenjabat sbg koordinator wakatobi anne duka tesufulakammiu kambea
Pa Pa Mei mengatakan…
Keren . sebagai masukan informasi , Kepala Distrik terakhir IDHANU HAYUNU itu .. Bernama Laode FARISI
Ahmad Daulani mengatakan…
Pa Pa Mei alhamdulillah sudah lama sy cari nama beliau, kalau bisa tau dgn siapa yg bicara ini dan apa hubungannya
Pa Pa Mei mengatakan…
Ahmad Daulani , kakek mertua pak . laode Hayun yg dikenal di kaedupa dgn sebutan Hayunu adalah mertua saya ..
Pak Laode Farisi slain menggantikan Yarona Kaedupa ( ayahanda pak Laode Al majid ) jg selaku kepala distrik .. Di masa masa,inilah depolitisasi peran Kolaki .. ( intervensi Walanda di Kesultanan Buton ) yg luput dari pengamatan para sejarawan ...
Musa Ashadiq mengatakan…
Tabea koreksi, LA ODE AMUNU bukan LA ODE AUNUMU. beliau adalah saudara kandung Sultan 38 Muhammad Falihi dan Sultan 37 Abdul Hamidi
Idrus LM mengatakan…
Laode amunu bukan laode aunu. Ini adalah saudara kandung suktan buton laode falihi (teompu nu almarhum la hendo dileko)
Ahmad Daulani mengatakan…
Musa Ashadiq Idrus LM. Baik maaf jika terjadi kesalahan pengetikan, nama yg benar adl La Ode Amunu, terima kasih
Rial Hadi Rahmawan mengatakan…
Di Tomia dari tahun 50 an sudah tidak ada penduduk di patua, karena seluruh masyarakat sudah turun ke pinggir pantai yg disebut Onemai. Jadi kalau patua menjadi ibukota Tombino itu dipertanyakan.
Ahmad Daulani mengatakan…
Rial Hadi Rahmawan iya betul ibukota tombino di Onemai, hanya dlunya patua msh eksis pernah ada hubungan perkawinan dgn kerajan kahedupa, makanya tersebut nama patua
Rial Hadi Rahmawan mengatakan…
Ahmad Daulani yg saya tau julukan Bonto Waha untuk Tomia bagian barat, baru tau kalau ada istilah Bonto patua. Leluhur saya Bonto Waha terakhir, dimana masa kedistrikan beliau diangkat sebagai kepala distrik dan pada masa Beliu, ia memindahkan masyarakat digunung patua ke wilayah pesisir (Onemai).
Rial Hadi Rahmawan mengatakan…
Anak Bonto Waha terakhir tersebut menikah dengan WD.Saidi dari Buranga.
Rial Hadi Rahmawan mengatakan…
Ahmad Daulani di Tomia ada tiga etnis, Waha Tongano, Timu masing berbeda adat dan dialek bahasa. Kalau di Waha berpusat di patua dulu ada pemimpin bergelar Bonto.
Rial Hadi Rahmawan mengatakan…
Ahmad Daulani Dulu sara kahedupa pernah datang ke Tomia untuk mendamaikan perang antara Tongano dan Timu. Secara tidak langsung pada masa itu sara kahedupa telah melakukan tugasnya menjaga keamanan di wilayah bharata.
Rial Hadi Rahmawan mengatakan…
Ahmad Daulani Dulu pernah terjadi perang saudara antara Tongano dan Timu. Karena saat kerja bakti membangun benteng dua etnis ini sepakat untuk saling membantu. Dimulai dengan membangun benteng milik orang Timu maka orang dari tongano datang membantu hingga selesai, namun ketika giliran tongano membangun benteng orang Timu tidak datang, sehingga timbul kesalahpahaman hingga perang. Perang ini terdengar oleh sara kahedupa yg bertanggung jawab menjaga keamanan baharata, maka datanglah sara kahedupa mendamaikan dengan cara diplomasi dengan mengatakan kalau tidak salah "I komiu atu te Ana kene Ama." Artinya "kalian adalah ayah dan anak." Yg bermakna, kedua etnis ini memiliki ikatan bagaikan ayah dan anak.
Rial Hadi Rahmawan mengatakan…
Ahmad Daulani kalau nda salah pemimpin Liya bergelar Lakina.
Ahmad Daulani mengatakan…
Rial Hadi Rahmawan iya Liya dipimpin olh seorang lakina kadie krn Liya adl bobato mancuana haya sama dgn sampolawa
Suyadi mengatakan…
Adinda Ahmad, tulisan nya ini bisa juga dipilah pilah secara runut dan sistematis misal ttg lawa, kadie, sejarah kepemimpinan nya dst.
Kemudian disampaikn pd pemerintah setempat sbg bahan rujukn. Ini juga bisa dipakai dlm membangun informasi khasanah pariwisata pulau hoga. Krn setahu sy sebuah destinasi wisata paling tdk memiliki 3 hal. Pertama keindahan wilayahnya, kedua, kebijkan yg mengaturnya dan ketiga, informasi budayanya.
Adnan Rahma mengatakan…
Narasi ini yg menarik bagi sy adalah sosok LARAHMANI. Bila dihubungkan dgn sumber lisan dan hikayat DADUWALI OMBONOWULU ada kesamaan cerita, dimana LARAHMANI pernah jg memimpin DIPANCANA WUNA OMBONOWULU (BUTENG).
Ahmad Daulani mengatakan…
Adnan Rahma kenapa kemudian ada hubungan erat juga antara kerajaan ombonawulu dan kerajaan kahedupa sehingga muncullah nama balasuna (desa balasuna skrg) dikaledupa
Adnan Rahma mengatakan…
Ahmad Daulani yah bisa jadi, sebab nurut tetua kami disini pd thn 1776 masehi terjadi penyerangan besar2an DIPANCANA wuna ombonowulu salah satunya dari pasukan barata kaledupa.
Ahmad Daulani mengatakan…
Adnan Rahma bukan pasukan biasa tapi dia adl kakado tombuluruha yang diutus olh Lakina bharata Kahedupa Sangia Geresa yg kemudian diberi gelar di ombonawulu sbg kakado balasuna "klau saya tdk keliru"
Adnan Rahma mengatakan…
Ahmad Daulani yah bisa jadi dan menarik pula didaerah kami ada Kampung LOMBE, nurut kami disini bahwa nama ini bersumber dr Nama ikan lombe (bahasa wakatobi) yg berada diteluk wuna ombonowulu saat itu.
Anonim mengatakan…
Msih kecil Z sering dngar cerita dari nnek moyang asli kampung palea yg smpai sekarang beliau msih hidup dan dia yh bertanggung jwab menjaga benteng kamali beliau bernama wa ode anihi....mirip sekali cerita d atas ttang sejarah kahedupa....
Pas z baca dri atas smpai bwah cerita sejarah kahedupa z merinding.....
Rial Hadi Rahmawan mengatakan…
Ahmad Daulani maaf boleh tanya bobato mancuana itu apa ?
Ahmad Daulani mengatakan…
Rial Hadi Rahmawan Bobato mancuana itu adl kadie yg dimana pimpinannya boleh memutuskan perang saat ada gangguan keamanan diwilayahnya tanpa koordinasi dgn Lakina bharata dan kesultanan. Dan juga salah satu org yg didengar nasehatnya olh Sultan saat ada kegentingan atau paripurna ke istana
Rial Hadi Rahmawan mengatakan…
Ahmad Daulani oh begitu ya, kalau di Wakatobi berarti ada 2 ya, sama ada lakina wali binongko kalau nda salah
Ahmad Daulani mengatakan…
Diwilayah bharata kahedupa da 4, lakina langge dan lakina laulua adanya di kaledula, lakina liya, lakin wali, tapi bobato mancuana hanya di liya klo utk wilayah bharata kahedupa
Suyadi mengatakan…
Sangat menarik postingan ini, ttg sejarah Kahedupa. Tulisan ini mungkin yg pertama kali menjelaskn ikhwal Kahedupa yg agak lengkap. Harapan nya generasi muda menyimak ini secara tuntas agar ngerti identitas budaya nya. Ada bbrp hal yg perlu dikaji detail ttg tulisan hebat ini. Pertama, ttg Raja Pertama Kahedupa ( Muh. Ndangi Tongka Allamu 1260- 1310 M). Kalo dihubungkn dgn kesultananan Buton. 5 Raja buton mulai dr Wakaka hingga Murhum itu msh beragana hindu. Raja kelima 5 Lakilaponto yg kemudian bergelar Murhum ini menjd sultan 1 Kerajaan Buton pd thn 1300 san. Artinya dlm tulisan ini nampak bahwa seakan2 Raja Kahedupa yg duluan masuk islam bru Buton (tlg ditelaa kembali). Dlm sejarah Buton yg membawa agama islam pertama kali adalah shech Abdul Wahid. Setelah Buton masuk islam bru menyebar kewilayah kekuasaannya termasuk barata kahedupa. Kedua, soal ibu kota kecamatan Ambeua. Perpindahan ibu kota Ambeua memang pd saat camat Pelda Abd. Rahim (La Rahi) dan Abdul Hamid La Maga menjadi Dan Ramil pd waktu itu. Perpindahan ibu kota sebetulnya adalah pemaksaan masy buranga utk dipindahkn ke Ambeua . Rerutama interfensi dan ramil pd waktu itu. Bahkn pembabatan pohon2 besar dilakukan hanya satu hari krn seluruh laki2 org kahedupa hrs datang tanpa kecuali. Jd tlg ditelaa juga info ini sbg masukan. Jd sy kira perpindahn ibu kota kecamatan tdk krn intrik pilitik lokal pd waktu itu tp lebih pd pertimbangan geografir konstur tanahnya. Terlepas dr msh ada bbrp hal yg perlu pendalaman in-dept interview pd tokoh2 lokal tulisan ini sekali lg menjadi bahan informasi penting buat kita semua dan generasi muda kedepan. Lanjut kn terus kajian2 budaya lokal Kahedupa utk disajikn pd generasi muda. Pengetahuan ttg identitas etnis menjadi salah satu cara merekatkn hubungan2 sosial.
Ahmad Daulani mengatakan…
Suyadi untuk penahunan yg kami tulis sangat disadari hal tsb sebab bukti dokumen tertulis demikian. Soal masuk dan penyebaran islam insya allah akan kami ulas selanjutnya secara detail di tema yg relevan.

Kemudian soal latar belakang pemindahan ibukota kecamatan wandupa dari buranga keambeua yg terjadi pada jaman La Rahi sbg camat dan Abd Hamid La Maga sbg Dan Ramil wandupa dan tombino kala itu sdh betul. TAPI ttg latar pemindahannya seperti yg telah tertulis dlm artikel ini menurut beberapa sumber yg tdk kami sebutkan namanya dsini dan dlm sumber tsb adl anak angkat La Rahi sbg camat wandupa pertama saat kami berkomunikasi via telp. Yg membenarkan tulisan tsb. Dari secara pribadi sy sangat berterima kasih ats info ini yg bisa menjadi referensi tambahan. 😍😍
Suyadi mengatakan…
Ahmad Daulani iyaa info yg sy tulis juga dr info org2 tua pelaku sejarah disana. Tp sy kira tk perlu diperdebatkn ini hanya menambah farian info agar tulisan menjadi kaya makna. Teruslah menulis ttg sejarah dan budaya kampung biar memberikn info buay generasi kahedupa. Thn lalu sy pernah juga menulis ttg Gau Satoto kata sederhana yg sarat makna dan sy kirim di group kahedupa, dll. Maaf mau tanya adinda siapa dan kalo dikaledupa dimana kampung. Maaf sy org ambeua tp sdh lama dikendari.
Ahmad Daulani mengatakan…
Suyadi teyaku te ana la Alimaaji dibalasuna te sapo nu ompusu di Faduri la ode djapu, kukafi kene amma ambeua ompu la ode siebe, dan kebetulan berdomisili juga di kendari di andonohu 😄😄
Makmun Masigi mengatakan…
Suyadi berarti lebih dlu Islam masuk di Kaledupa dri pd Wolio Buton. Terus knpa mesjid hrs di bangun di Fungka Masigi yg jaraknya dari Pelea sekitar 2 km...sementara pusat pemerintahan berada di Palea. Fungka Masigi itu adalah bukit tmpat pohon kelapa milik kakek saya. Mkanya nama fb ku sy tmbah dgn kata Masigi klw Fb ku yg satunya lagi Makmun Fungka Masigi
Makmun Masigi mengatakan…
Nah klw para pembesar mau sholat berjamaah misalnya sholat Jum at hrs jalan kaki sejauh itu dn. Melewati sekitar 3 bukit lagi baru sampai di fungka masigi yg saat ini menjadi milik kami
Ahmad Daulani mengatakan…
Yg dibangun difungka masigi yg dibangun bukan spti saat ini tetapi tepatx adl langgar. Yahh betul pusat pemerintahan di palea tetapi masy. Tidak hanya berada di palea tetapi tinggal dibanyak perbukitan seerti yg dijelaskan dlm awal paragraf tulisan sy diatas. Bisa jadi dgm pertimbangan wilayah yg yg tersebar siofa umbosa yg kalau kita lihat skrg posisi fungka masigi berada dipertengahan antara fungka famila, patua bente dan horuo.

Kalau logika seperti bapak ini yg kita gunakan utk pendekatan maka kalau dibangun dipalea bgmn jarak yg akan ditempuh olh org2 dari patua bente dan fungka huruo.

Sy tdk ada urusan dgn tanah siapa itu fungka masigi dan bgmn status kepemilikanx, yg menarikx knp sampai bisa fungka tsb disebut fungka masigi. Yg hrsx bapak bisa jelaskan krn ternyata tanah tsb adl milikx
Makmun Masigi mengatakan…
Ahmad Daulani tdk ada yg sy tau cma sy dengar disebut fungka masigi krn di sana pernah ada mesjid...sy tdk tau bnyak hal. Krn sy tdk punya ilmu
Putrasangiawambulu mengatakan…
Ahmad Daulani...siapakh raja pertama yg memimpin d dalam benteng tindoi dan maleko..benteng tindoi dan benteng meleko itu berada d kecamatan wangi wangi..mohon penjelasanya..
Bamba Dansa mengatakan…
Dinda Ahmad Daulani di langge dan sekitarnnya banyak sekali atau bisa disebut bertebaran dibeberapa tempat kuburan mangge( tekoburu nu mangge) sebenarnya mereka itu asal usulnya dari mana. Mohon penjelasan siapa tau sudah pernah melakukan penelitian terkait hal tsbt dan knapa sampai desebut Mangge
Frendi Emon mengatakan…
Menurut buku yg berjudul Sejarah Wakatobi dari Zaman praintegrasi hingga kabupaten

menjelaskan bahwa ada sepasang suami Istri yakni La Manungkira bersama Wa sau Leama beserta para pengikutnya yg datang ke Kaledupa.
Pada saat la Manungkira berada di tengah laut La Goga berusaha merebut Wa Sau Leama dari tangan La Manungkira hanya dengan sekali mendayung la Manungkira langsung bisa mencegah perbuatan La Goga tersebut....

Perselisihan tersebut kemudian di selesaikan oleh La Koto Gau( Mediasi.)
������������
Ahmad Daulani mengatakan…
La Koto Gau bukan sbg Negosiator ttai sbg pemutus perkara dan sy tegaskan bhw La Manungkira dan wa Sauleama bukanlah pelaut seperti yg anda kisahkan, silahkan baca artikel sy diatas sy sekilas menuliskan kisah tsb.
Nelva Eva Occa mengatakan…
Maaf, Cinta kepada daerah sendiri boleh-boleh saja asal jgn berlebihan dan mengada-ada.
Sejak kapan Kaledupa menjadi sebuah kerajaan ??.

Dan mengapa Wakatobi disebut sebagai Pulau tukang besi / pulau tulukabesi ??.
Ahmad Daulani mengatakan…
Nelva Eva Occa maaf utk apa ?
Sejak kapan kaledupa jadi kerajaan silahkan baca kembali isi ts supaya lebih jelas.

sebutan wakatobi dan kepulauan tukang besi pertama kali digunakan olh belanda bukan nama awal 4 gugus pulau tsb krn masing2 pulau merupaka kerajaan2 kecil
Ahmad Daulani mengatakan…
Nelva Eva Occa kekurangan informasi dan pemgetahuan sejarah kemudian menjadi hujatan kpd org lain utk menutupi kebodohan sendiri. Tulisan tsb merupakan hasil penelitian bukan karangan bebas.
Nelva Eva Occa mengatakan…
Ahmad Daulani
- Kerajaan Kahedupa dikepalai oleh seorang raja yang sdah beragama Islam. Berhubung sejak berdirinya sudah beragama Islam / kerajaan Islam mengapa, kepala pemerintahannya tidak disebut Sultan ?.
Dan dimanakah kuburan raja tsbt ?.
-sebelum Islam yg ada di Kahedupa adalah syara2 fungka. Mengapa ada syara2 fungka dan darimana asal - muasal syara2 fungka ??
-Diatas anda mengatakan bahwa sunatan massal oleh masyarakat Kaledupa dilestarikan smpai skrg yaitu KARIA'A. Apa hubungannya sunatan massal sama Karia'a ?. Apakah ada org sunat yg proses pelaksanaannya sperti KARIA'A ?. Hekasubha, pasombo'a, landa futa, tete dibalaccu, diarak dri rumah ke Bhatanga bgi perempuan dll. Masa iya ada org yg melaksanakan sunatan khususnya perempuan diarea terbuka menggunakan pakaian kombo. Jgn lupa, saat itu kerajaan Islam lho...pemimpinnya jg Islam yg taat. Lalu kemudian, anda mngatakn bahwa sebutan WAKATOBI & Kepulauan tukang besi pertamakali digunakan oleh belanda. Sementara, belanda mlai mnjajah wilayah kesultanan Buton pd pnandatanganan antara Sultan Buton ke-33 dgn Brugman diatas kapal belanda"Deruyter" pd tgl 8 april 1906. Padahal nama Kepulauan tukang besi mulai ada sebelum adanya Kesultanan Buton. Dan jika, penamaan kepulauan tukang besi (Tulukabesi) itu pemberian belanda lalu dri bahasa manakah nama tersebut diambil dan mengapa dinamakan demikian ?. Dan setau sy, nama WAKATOBI itu ada pd thn 2003 ketika Wakatobi menjadi daerah otonom, Berpisah dri Buton.
- Salah satu dr rombongan yg melakukan invasi ke kerajaan Kahedupa adalah la Ode Asifadi anak dri Sultan Buton pd masa pemerintahan La Mollingi sbgai raja ke-10 kerajaan kaledupa antara thn 1607-1635. Sementara, gelar La Ode digunakan/dilantik untuk pemberian gelar kpd Sultan Buton ke-29 dgn nama : La Ode Muhammad Aydrus pd thn 1924 oleh Syaid Rabba dri bangsa Arab. Sblum itu, tdk ada penggunaan gelar La Ode.

Sebelum menjadi
Kesultanan, Buton adalah sebuah kerajaan.
Ahmad Daulani mengatakan…
Nelva Eva Occa hehehehehhe pertanyaan sebanyak ini yg anda ajukan terlalu panjang utk dijawab dimedsos, silahkan ketemu sy lgsg atau nanti bisa hadir dlm seminar sy nanti di kaledupa atau sekalian bisa tunggu bukunya.
Tetapi yg sy garis bawahi adl ttg penggunaan nama La Ode baru mulai digunakan thn 1924 sebelumnya tdk ada ? Knp ini yg sy garis bawahi krn ini merupaka pendapat yg paling konyol dan menyesatkan banyak org kalau tdk dijawab segera.

Kenapa konyol, kita ambil sj silsilah paling dekatnya dgn yg anda sebutkan sbg sultan ke 29 La Ode Muhammad Aydrus (yg nama sebenarnya dlm naskah buton adl La Ode Muhammad Idrus atau dikenal dgn nama Sultan Muhammad Idrus Qaimuddin).
Kalau seperti pendapat anda yg katakan bhw gelar ode muncul pada thn 1924 berarti hrs banyak sejarah dan naskah yg hrs kita hilangkan dlu. Kok bisa kujuk kujuk muncul gelar itu padahal gelar Ode itu disematkan kepada bangsawan dari kalangan Kaomu.
Kita mulai dari sultan 29 yah, Siapakah La Ode Muhammad Idrus yg anda maksud itu adl sultan ke 29 , dia 4 bersaudara yaitu Raja Watumotobe Ld Mushaleh, wd tangkabala, dan raja Kelende wd mihrab.
La Ode Muhammad Idrus adl anak dari Oputa Lakina Agama Ana (La Ode Badaru yg merupakan Sultan ke 27) hasil pernikahanya dgn Oputa yi Lampenana. Ld Badaru adl salah satu anak dari 3 bersaudara yaitu La Ode walanda, Ld Badaru, Wd Balante.
Kalau mau naik lagi lebih tinggi kita ambil dari La Ode Badaru adl anak dari Oputa Lakina Agama Mancuana (Sultan ke 24) hasil pernikahannya dengan anak sangia yi manuru La Ode ngkariiri.
Kemudian Saidi Raba yg anda Maksud pernah diundang oleh La Ode Abdul Rahman utk mendoakan istrinya yg waktu kejadiannya jauh sebelum pelantikan sultan 29. Artinya nama La Ode juga sdh ada.

Jadi kalau informasi yg baru anda dapatkan gelar La Ode baru digunakan sultan ke 29 pada thn 1924 maka sy sarankan anda agar melakukan penelitian atau pencarian, atau penelusuran, atau apalah namanya supay tdk menhilangkan banyak sejarah, kan kasian generasi muda kita kalau disuguhkan dgn hal2 yg belum akurat. Belajar lagi yah utk pengetahuan sendiri dan org banyak. Dan sayapun akan terus mencari. Kita cari sama2 yah kemudian akan bagus klo bicara sejarah dari banyak pemikiran
Musriah mengatakan…
Sejarah yg perlu di viralkan kembali, agar pemuda harapan bangsa tau sejarah bangsanya tdk hanya ingin tau budaya barat yg kebanyakan menyesatkan....
Muhammad Farouq mengatakan…
Luar biasa Dinda, sy baru kali ini membaca sejarah kaledupa yg lebih komprehensif. Smoga brmanfaat bagi org banyak, trutama generasi kita skrg, dn ke depan ������������
Anonim mengatakan…
Tabea 🙏

Sejarahnya bgs sekali, khazanah lokal dr luar pusat Kerajaan Buton mmg perlu digali lbh dlm krn msih bnyak fakta sejarah yg hrs disuguhkan utk generask skrg.

Saya tertarik jg dgn Raja pertama Kaledupa yg bergelar Tongka Allamu yg dikatakan bernama Muhammad Umar Muhdar anak dari Muhammad Arif Billah, jika demikian berarti beliau adalah sa'adah baalwi/baalawi keturtunan Ahlul Bayt dr jalur Husain bin Ali, ini sngat menatik dan juga penting utk dikembangkan.

Jika mmg benar, apakah masih ada anak keturunannya sampai skrg?

Tabea.

Postingan populer dari blog ini

KAKADHO BHAA LASUNA

sumber foto : istimewa Meskipun makam ini sekarang tampak tak terurus dan sudah banyak yang melupakannya namun sosok yang ada dibaliknya adalah sosok yang sangat legendaris dan sangat mengemuka di negeri Kahedupa, negeri Buton dan negeri Pancana Muna pada akhir abad ke 16 Masehi.  Di Kahedupa ia bernama La Tingku, ia adalah salah satu bangsawan Kahedupa yang memimpin wilayah Tombuluruha. Ia juga dikenal sebagai ahli perang yang sangat handal sehingga di Kahedupa juga ia dikenal dengan nama Kakadho Tombuluruha.  Sezaman dengan La Tingku yang memimpin Tombuluruha, Kahedupa dimasa itu dipimpin oleh raja La Molingi sementara Buton di pimpin oleh Sultan Laelangi. Jauh sebelum masa itu sejatinya telah terbentuk persekutuan pertahanan keamanan baik keamanan luar maupun di dalam negeri yang terdiri dari 5 kerajaan yang digagas oleh Sultan Murhum. Persekutuan tsb dikenal dengan persekutuan BHARATA dengan Buton sebagai sentralnya. Kelima negeri itu adalah Buton, Kahedupa, Muna, Kolencusu dan Tiw

Benteng Pale'a sebagai Pusat Peradaban Kaledupa

sumber foto : istimewa   Oleh : Ahmad Daulani Sama seperti kerajaan pada umumnya, Kaledupa yang memiliki histori panjang sebagai kerajaan vasal juga memiliki banyak peninggalan sejarah yang belum terungkap. Diantaranya benteng dan bukti fisik lainnya yang menurut masyarakat setempat memiliki peran dan makna penting dalam sejarah peradaban Kaledupa. Dipulau Kaledupa terdapat beberapa benteng peninggalan peradaban masa lampau yang menjadi warisan leluhur sebagai saksi sejarah sebagai hasil karya yang sangat mengagumkan oleh manusia sekarang. Ada 2 benteng besar yang masih tersisa meskipun sebagain sudah mengalami kerusakan karena dimakan usia dan tidak terawat lagi yaitu benteng Pale'a sebagai jejak peradaban Kaledupa sebagai kerajaan dan benteng Ollo sebagai jejak Kaledupa sebagai barata Kahedupa yang telah terintegrasi sebagai bagian dari wilayah kesultanan Buton. Benteng Pale'a sekarang terletak di desa Pale'a kecamatan Kaledupa Selatan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara