Jejak kerajaan Kahedupa masa lampau masih menyisakan banyak misteri sampai sekarang. Kahedupa yang awalnya adalah wilayah Sara-Sara Fungka (kepemimpinan Komunal) yang mana masyarakatnya menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme.
Kehidupan masyarakat Kahedupa pada zaman itu mendiami perbukitan/gunung (Fungka). Kehidupan masyarakat Kahedupa masih dibawah kendali Tetua sara-sara fungka yang terbagi menjadi tiga wilayah kekuasaan yaitu wilayah fungka Pangilia, wilayah fungka Patua dan wilayah fungka Horuo.
Serewaha adalah tetua wilayah fungka Pangilia, La Rahmani adalah tetua wilayah fungka Patua Bente dan Ta’ayomi adalah tetua wilayah fungka Horuo.
Dari ketiga tetua sara-sara fungka yang pertama kali masuk islam adalah La Rahamani. Sebab La Rahamanilah yang banyak berinteraksi dengan orang-orang dari luar Kahedupa karena pelabuhan sentral pulau Kahedupa saat itu berada di sampua Buranga yang notabene adalah wilayah fungka Patua. Banyak yang keluar masuk melalui sampu'a Buranga
Rombongan yang masuk pertama kali adalah rombongan pedagang dari Persia. Tetapi beberapa sumber menuturkan bahwa yang masuk itu bukanlah seorang pedagang biasa tetapi seorang pesyiar Islam yang bernama Muhammad Umar Muhadar. Kemudian belakangan diketahui adalah anak salah satu Ulama besar dari Persia bernama Muhammad Arif Billah Ma’arifatul Al Kurqi yang pernah masuk ke wilayah Samudra Pasai.
Muhammad Umar Muhadar adalah orang yang membawa dan menyebarkan islam pertama kali di pulau Kahedupa. Orang pertama yang ia Islamkan adalah tetua fungka Patua yang kemudian diberi nama Al Rahman, oleh orang Kahedupa dikenal dengan nama La Rahmani.
Setelah La Rahamani memeluk Islam, ia memperkenalkan Muhammad Umar Muhadar kepada tetua sara-sara fungka yang lain, yang pada akhirnya juga mereka memeluk Islam setelah pertemuan mereka dengan Muhammad Umar Muhadar. Tetua fungka Pangilia bernama La Serewaha kemudian diberi nama As Sirullah dan tetua fungka Horuo bernama La Taayoni diberi nama At Ta'yun.
Keberadaan Muhammad Umar Muhadar banyak membawa perubahan terhadap perilaku dan keyakinan masyarakat sara-sara fungka.
Karena kekaguman La Rahmani atas kepiawaian ilmu Muhammad Umar Muhadar, sang tetua fungka Patua kemudian menikahkannya dengan putrinya yang bernama Wa Bae-Baengu atau putri Bahniy
Sejak saat itu Muhammad Umar Muhadar diangkat menjadi wakil La Rahamani sebagai tetua fungka Patua, sehingga Umar Muhadar sering menjadi perwakilannya dalam mengelola urusan pemerintahan.
Keberhasilan Umar Muhadar selama berada di pulau Kahedupa mendapatkan tempat khusus dihati para tetua sara-sara fungka. Kemudian La Rahamani mengusulkan agar para tetua sara-sara fungka bertemu untuk membahas wilayah mereka.
La Serewaha adalah orang yang bertanggung jawab untuk mencari lokasi yang akan dijadikan tempat pertemua para tetua. Dalam gua yang terletak di wilayahnya kemudian pertemuan para tetua itu di laksanakan. Hadir juga Umar Muhadar dalam pertemuan itu.
Dari hasil pertemuan para tetua sara-sara fungka memutuskan penyatuan seluruh wilayah sara-sara fungka dalam satu sistem pemerintahan Kerajaan Kahedupa. Setelah melalui proses musyawarah yang panjang para tetua mengambil sebuah keputusan yang dalam bahasa Kaledupa di istilahkan dengan “no pale’e mo na pogau atau “Pale’a nu Pogau” .
Keputusan tersebut menyatakan bahwa benteng Kerajaan Kahedupa akan dibangun diatas bukit dimana para tetua melakukan pertemuan. Bukit itu diberi nama bukit Pale’a (Fungka nu Pale’a) yang artinya bukit pengambilan keputusan, dan Muhammad Umar Muhadar ditunjuk sebagai raja pertama Kerajaan Kahedupa dengan gelar Muhammad Ndangi Tongka Allamu. Sejak saat itu rakyat Kahedupa mengenal Muhammad Umar Muhadar dengan nama Tongka Allamu.
Simbol kerajaan Kahedupa adalah Tombi Mosega atau bendera bercabang Tiga yang melambangkan penyatuan tiga wilayah utama sara-sara fungka.
Pada masa pemerintahannya, Tongka Allamu membangun Benteng Pale’a sebagai pertahanan dan pusat pemerintahan kerajaan Kahedupa. Benteng Pale'a dibangun tepat diatas gua yang dijadiakan sebagai tempat musyawarah para tetua sara-sara fungka. Pengerjaan benteng mulai dibangun secara gotong royong oleh masyarakat dari ketiga wilayah sara-sara fungka. Benteng Palea dibangun berbentuk persegi empat dengan luas sekitar 100x120 m2. Material benteng banyak diambil dari wilayah Pangilia dan Horuo. Selain itu didalam benteng Pale’a terdapat Bhantea (Balai), Kamali, Langgar, dan rumah berukuran 3x4 meter yang digunakan sebagai tempat Harua dan Podupaa (saat itu masyarakat kahedupa masih banyak menganut kepercayaan animisme dan dinamisme).
Struktur bangunan benteng Pale’a dilengkapi dengan 4 lawa (gerbang) yaitu :
Lawa Naga merupakan gerbang utama benteng, lawa Montu, lawa Te'e dan lawa Sambalagi
Saat pelaksanaan penobatan (Sakaa) Tongka Allamu sebagai raja pertama Kahedupa dengan gelar Muhammad Ndangi Tongka Allamu, sang raja juga melaksanakan ritual islamisasi atau sunatan massal. Tapi tidak dilaksanakan secara frontal, sehingga orang yang mulanya berkeyakinan Animisme Dinamisme sampai saat ini masih banyak dijumpai dalam tradisi dan kebiasaan orang Kahedupa. Sunatan masal yang dilakukan oleh Tongka Allamu masih dilestarikan sampai saat ini di Kahedupa dalam tradisi Karia.
Dalam penobatan tersebut Tongka Allamu sebagai raja pertama ia dibacakan sumpah dari para tetua sara-sara fungka yang termuat dalam hikayat Kahedupa sbb :
Tadhemo la Tongka Allamu
Te tombi no bhelo-bhelomo
Te tombi no bhelo-bhelomo
Di lawa naga numpalea
Di lawa naga numpalea
Di kerajaan nung kahedupa
Kaiso di fungka nupatua bente napamokoto’a nu adati
Dikerajaan Kahedupa nanokedhe na sara hu’u
Nako nontoromo na adati
Kusamaa Langkahedupa
Kahedupa gau satoto
Bhara kene ninsoso nnako
Untuk menjaga dan memperkuat wilayahnya, kerajaan Kahedupa membangun benteng – benteng pertahanan yang tersebar diseluruh wilayah-wilayah yang rawan diserang musuh. Adapun hubungan benteng Pale’a di pulau Kaledupa dengan benteng benteng lain yang ada di Kaledupa, yakni sebagai sentral informasi dan komunikasi dalam proses pertahanan sehingga dapat menjalin kerja sama dengan benteng yang lain. Sepanjang peradabannya Kahedupa membangun benteng sebanyak 15 benteng yang tersebar didalam dan bagian terluar pulau Kahedupa.
Kahedupa dalam eksistensinya sebagai kerajaan pernah dipimpin oleh 10 raja diantaranya adalah :
1. Muhammad Ndangi Tongka Allamu (1260-1310M)
2. Muhammad Syamsa Allamu (1310-1362M)
3. Muhammad Kapala Fari Allamu (1362-1391M)
4. Muhammad Baengu (1391-1437M)
5. Imamu Fadha (1437-1490M)
6. La Olepe (1490-1525M)
7. La Mbongi (1525-1541M)
8. La Yofi-Yofi (1541-1577M)
9. La Kongki (1577-1607M)
10. La Molingi (1607-1635M)
Setelah dimasa pemerintahan raja La Molingi sebagai raja ke 10 kerajaan Kahedupa sekitar tahun (1607-1635M), kerajaan Kahedupa mulai banyak berhubungan dengan kesultanan Buton khususnya dalam hubungan pernikahan. Walaupun pernikahan antara orang Kahedupa dan Buton sudah pernah terjadi jauh sebelum itu, namun yang banyak pada zaman La Molingi.
Pernikahan antara bangsawan Kahedupa dan bangsawan dari Buton mulai banyak terjalin diantaranya pernikahan La Ode Benggali dengan anak Raja La Molingi, La Ode Benggali adalah anak dari Mosabuna Yi Lelamu (La Ode Asifadi) di Kahedupa dikenal dengan nama Kasafari bersaudara dengan Sapati Baluuwu, Mosabuna Kumbewaha, dan Mia Dhao (La Ode Batini) yang keempatnya adalah anak dari Laki Mancuana Kumbewaha. Mia Dhao juga menikah di Kahedupa dengan anak Mansuana Tapa'a. Sedangkan anak kedua dari Kasafari yang bernama La Ode Buke menikah dengan anak Waopu Patua Mansuana, dan masih banyak lagi.
Pasca kematian La Molingi raja ke 10 kerajaan Kahedupa, membawa kerajaan kahedupa pada konflik tahta. La Ode Benggali yang harusnya memiliki hak sebagai penerus tahta karena ia merupakan anak mantu dari sang raja namun ia tidak menerima tahta tersebut malah menyerahkan kepada Kasafari yang notabene tidak memiliki hak sama sekali. Sehingga penunjukan Kasafari sebagai raja Kahedupa ke 11 mendapat penolakan dari banyak rakyat Kahedupa, terutama dari raja Horuo yang merupakan salah satu pilar utama kerajaan Kahedupa.
Penolakan raja Horuo kepada Kasafari, menimbulkan perlawanannya terhadap keputusan kerajaan Kahedupa, perlawanan tersebut menyebabkan ia harus berhadapan dengan Sapati Baluuwu. Terjadi perang diantara raja Horuo dan Sapati Baluuwu yang notabene datang mendukung saudaranya. Dalam perang itu raja Horuo ditaklukan oleh Sapati Baluuwu dengan bantuan beberapa Kapita Waloindi. Disanalah raja Horuo menyatakan somba waopu (kepada Sapati Baluuwu). Bukti penaklukan ini muncullah nama Sombano diwilayah penaklukan itu sebagai tempat sombaanu raja Horuo.
Kekalahan raja Horuo dari rombongan Sapati Baluwu maka tersingkirlah rintangan Kasafari menjadi raja Kahedupa menggantikan La Molingi.
Pada masa pemerintahan Kasafari sebagai raja ke 11 kerajaan Kahedupa, Saripati Baaluwu datang ke Kahedupa sebagai utusan Sultan Buton untuk merintis pembentukan Bharata Kahedupa sebagai wilayah kesultanan Buton. Kasafari yang adalah saudara Sapati Baluwu dengan mendapat persetujuan dari pejabat-pejabat kerajaan Kahedupa kemudian menyetujui penyatuan tersebut dan menunjuk Kasafari (La Ode Asifadi) sebagai Raja/Lakina Bharata Kahedupa yang pertama pada tahun 1635-1673M.
Kahedupa sebagai Bharata diwilayah Timur Buton diberikan keistimewaan yang termuat dalam falsafah ”Kahedupa tenirabu teandi-andi nu Wolio” (Kaledupa yang diperhitungkan adalah adik kandung Buton). Falsafah ini adalah semboyang untuk mempererat hubungan Kahedupa-Buton sekaligus sebagai tameng untuk meredam gejolak perlawanan dan penolakan orang Kahedupa.
Bahwa kahedupa jika berada di Buton posisinya sebagai Bharata Kahedupa di bawah kesultanan Buton dan jika dalam wilayahnya sendiri maka Kahedupa menjadi dirinya sendiri dalam artian memiliki wewenang atau otonomi khusus untuk mengkoordinir wilayahnya.
Ditahun pertama kepemimpinannya, Kasafari (1635 – 1673 M) sebagai Lakina Bharata Kahedupa memerintahkan pembangunan benteng Togo (Benteng Ollo). Pembangunan benteng Togo ini dibawah pengawasan Laode Battini atas perintah Kasafari. Pembangunan benteng Togo ini bertujuan untuk meningkatkan pertahanan kekuatan diwilayah Siofa.
Selain itu benteng Togo juga rencananya akan digunakan sebagai pusat sitem pemerintahan yang baru. Di kemudian hari di ketahui bahwa pembangunan benteng Togo ini ternyata memiliki maksud tersembunyi yaitu agar memudahkan peralihan pusat sistem pemerintahan yang tadinya di benteng Pale’a kemudian di pindahkan ke benteng Togo. Peralihan pusat sistem pemerintahan dan pertahanan ini tidak luput dari campur tangan dan dominasi pihak Kesultanan Buton. Sebab dari peralihan ini oleh masayarakat setempat dikenal dengan istilah “no mosilo na folio” maksudnya Kesultanan Buton merasa perlu merubah tatanan sistem pemerintahan di Kahedupa sebab jika sistem pemerintahan masih berkedudukan di benteng Pale’a, struktur dan sistem pemerintahan yang berlaku masih menggunakan fungsi penuh dari Kerajaan Kahedupa karena keistimewaan yang di berikan oleh Kesultanan Buton. Peralihan penuh sistem pemerintahan dan pertahanan secara paripurna dari benteng Pale’a ke benteng Togo terjadi pada masa pemerintahan Sangia Jalima (1702 – 1727 M).
Akibat pemindahan dari Pale'a Ke Togo (Benteng Ollo) tatanan kehidupan Kahedupa banyak kehilangan jati dirinya sebagai Kerajaan. Tetapi Kahedupa dikenal karena kesetiaannya kepada Buton sehingga banyak komando pasukan pertahanan Buton berasal dari Kahedupa.
Karena pengaruh Kesultanan Buton sudah sangat kental di Kahedupa, maka konstruksi benteng Togo sedikit berbeda dengan benteng Pale’a. terutama pada jumlah lawa (gerbang) dan bentuknya. Dibenteng Togo dibangun sembilan lawa untuk menghubungkan keseluruh wilayah-wilayah pemukiman masyarakat yang sudah mulai menyebar.
Kerajaan Kahedupa dalam peralihannya sebagai Bharata Kahedupa menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistem strategi pertahanan kesultanan buton Hal ini dapat di lihat dari masuknya sistem strategi pertahanan kesultanan buton dalam bagian sistem pertahanan Bharata yakni sebuah konsepsi strategi pemerintahan pada masa pemerintahan Sultan Qaimoeddin Khalifatul Khamiz (Murhum, 1538-1587M) yang dikenal dengan istilah “Empat Penjuru Berlapis”.
Wilayah Bharata adalah wilayah yang diperintah secara tidak langsung oleh Sultan Buton karena Bharata sesungguhnya merupakan kerajaan-kerajaan kecil. Jadi pertahanan Bharata Kahedupa memiliki kekuasaan otonomi penuh untuk bertindak langsung apabila ada musuh yang mengganggu integritas wilayah Kesultanan Buton serta bertanggung jawab atas keamanan diwilayah teritorialnya. Kesultanan Buton menerapkan sistem pemisahan kekuasaan sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Martabat Tujuh bahwa pembagian wilayah terdiri dari pemerintahan yang berada di ibukota Kesultanan, pemerintahan Bharata dan pemerintahan Kadie diberikan kebebasan untuk mengurus dan memimpin sepenuhnya diwilayahnya sendiri tanpa campur tangan pemerintahan diatasnya baik kesultanan maupun bharata. Begitu juga penentuan dan pembayaran pajak kadie-kadie dalam wilayah bharata langsung membayar sendiri ke kesultanan tanpa melalui bharata, hubungan kadie-kadie dalam wilayah bharata adalah koordinasi.
Dalam pembagian wilayah teritorial Bharata yang termuat dalam UU Martabat Tujuh, wilayah teritorial Bharata Kahedupa dari Morommaho sampai Batuata. Bharata Kahedupa yang merupakan salah satu dari empat bharata Kesultanan Buton terdiri dari 18 kadie (daerah) yang terdapat sialimbo dilaro (sembilan daerah didalam pulau Kaledupa) sialimbo diliku (sembilan daerah ada diluar Kaledupa). 9 kadie yang ada dipulau Kaledupa yaitu Langgee, Laulua, Ollo, Fatole, Tapaa, Kifolu, Tombuluruha, Tampara, Lefuto. 4 kadie dipulau wanci yaitu Liya, Mandati, kadie Wanse, kadie Kapota. 2 kadie ditomia yaitu Tongano dan Timu. Dan 3 kadie di Binongko yaitu Palahidu, Popalia dan Wali. Seluruh kadie atau limbo yang berada dibawah wilayah teritorial bharata mempimpin dirinya sendiri secara penuh dan tidak bertanggung jawab kepada Lakina Bharata tapi langsung kepada Sultan. Terdapat 1 kadie yang dipimpin Lakina dari kalangan Kaomu yang diberi gelar keistimewaan oleh kesultanan Buton sebagai Bobato Mancuana Haya yaitu Kadie Liya dipulau wanci.
Kahedupa dalam eksistensinya sebagai bharata pernah dipimpin oleh 22 Lakina atau Miantu’u diantaranya adalah :
La Ode Asifadi gelar Kasafari (1635 – 1673 M)
La Ode Benggali gelar Yi Indolu Palea (1673 – 1702 M)
Laode Mane Umbe gelar Sangia Jalima (1702 – 1727 M)
La Ode Idiri gelar Galampa Melangka (1727 – 1744 M)
La Ode Buke gelar Sangia Wande-Wande (1744 – 1764 M)
La Ode Siripua gelar Sangia Geresa (1764 – 1799 M)
La Ode Kamara gelar Sangia Fengka Fabeka (1799 – 1784 M)
La Ode Yifi gelar Sangia Fatu Mohute (1799 – 1805 M)
La Ode Labunta gelar Sangia Tapa’a Bente (1805 – 1816 M)
La Ode Idirisi gelar Sangia Kamali Bente (1816 – 1834 M)
La Ode Adam Salihi gelar Moori Tuminggala (1834 – 1844 M)
La Ode Rabba gelar Waopu Kamali Masae (1844 – 1864 M)
La Ode Muhammadi Lawa gelar Waopu Kamali Asana (1864 – 1881 M)
La Ode Uma gelar Waopu Kamali Molengo Melaiy (1881 – 1891 M)
La Ode Taode gelar Waopu Kamali Mokimu (1891 – 1892 M)
La Ode Maddu gelar Waopu Kamali Foou Melaiy (1892 – 1911 M)
La Ode Rafa gelar Waopu Kamali Hanta (1911 – 1919 M)
La Ode Taibu gelar Waopu Kamali Guu (1919 – 1929 M)
La Ode Raa gelar Asal Kamali Asana (1929 – 1931 M)
La Ode Amunu (Saudara Kandung Sultan ke 38) (1931 – 1940 M)
La Ode Hibali (Dari Wolio/Komisaris) (1940 – 1942 M)
La Ode Maundu gelar Yaro Kahedupa (1942 – 1958 M)
Dimasa pemerintahan Waopu Kamali Hanta sampai dengan Yaro Kahedupa, sistem pemerintahan mulai beralih kesistem pemerintahan distrik dimana intervensi Belanda mulai masuk kedalam sistem pemerintaham. Belanda masuk ke Kaledupa pada tahun 1909 M. Dalam pelaksanaan kontrol antar pulau di Bharata Kaledupa.
Meskipun jabatan kepala distrik dijabat rangkap oleh Lakina bharata Kahedupa tetapi struktur pemerintahan bharata mulai dilemahkan. Setelah selesai masa jabatan Yaro Kahedupa maka kepemimpinan kepala distrik tidak lagi mutlak turunan bangsawan karena struktur dan kewenangan Bharata sudah dihilangkan oleh Belanda.
Kepala distrik Kaledupa yang pernah menjabat selama proses peralihan sistem kepemimpinan oleh pihak Belanda. Kepala distrik Kaledupa pertama adalah La Ukaasa tetapi masa pemerintahannya yang tidak lama karena di culik dan dibunuh oleh gerombolan yang masuk ke Kaledupa sekitar tahun 1958 M. Dan kepala distrik Kaledupa setelahnya adalah Idhanu Hayunu yang masa pemerintahannya juga tidak lama karena daerah-daerah swapraja telah resmi dibubarkan salah satunya adalah distrik Kaledupa sebagai salah satu daerah swapraja Onderafdeking Buton-Laiwui berdasarkan undang-undang RI no. 29 tahun 1959 tentang pembentukan daerah tingkat II di Sulawesi dan di Wakatobi terbentuk 2 kecamatan yaitu kecamatan Wandupa dan kecamatan Tombino
Setelah kepemimpinan Idhanu Hayunu, Wilayah territorial Bharata Kahedupa yang meliputi gugusan pulau wakatobi terbagi menjadi 2 kecamatan yaitu kecamatan WANDUPA (Wanci Kaledupa) dengan Buranga sebagai ibukotanya (sekarang telah menjadai kelurahan Buranga Kecamatan Kaledupa), dan kecamatan TOMBINO (Tomia Binongko) yang beribukota di Onemai Tomia.
Adapun unsur-unsur pimpinan kecamatan Wandupa sbb :
1. Camat Wandupa pertama yakni PELDA ABDUL RAHIM
2. Wakil camat Wandupa adl Moi Syarifuddun
3. Dan Ramil Wandupa adl La Maga
4. Kapolsek Wandupa adl La Dhonga
5. Kepala Kantor Urusan Agama adl La Ode Siebe
Camat ke 2 Wandupa adalah La Ode Usman dan Wakilnya adalah La Ode Bosa. Pada masa pemerintahan mereka Wanci mekar dari Wandupa menjadi kecamatan Wangi-wangi dengan camat pertamanya adl La Ode Bosa. Sedangkan kecamatan Kaledupa pernah dipimpin oleh 18 camat. La Dhonga sebagai camat pertama kecamatan Kaledupa.
Kaledupa sepanjang sejarah peradabannya dengan berbagai latar belakang sistem pemerintahannya sejak zaman Sara-Sara Fungka - kerajaan Kahedupa - Bharata Kahedupa - Distrik Kaledupa - kecamatan Wandupa - kecamatan Kaledupa pernah terjadi pergantian kepemimpinan sebanyak 55 kali kepemimpinan.
---------oleh : Ahmad Daulani
Komentar
Yang saya tau itu tempat tinggalnya itu didepan rumahnya la sefa yg sekarang yang sekarang adalah rumahnya fa rufiati anaknya lahujuru tepatnya dibente lawa langgee. Itu ug saya tau karna itu masih kakek kami saya dengar juga dari orang tua kami. Kenapa saya katakan demikian karna saya pernah tanya kepada orang tua saya bahwa kenapa tamburu selalu berdemoteasi didepan rumahnya la sefa itu ada apa disana. Karna kebiasaan tamburu klw dia berdemonstrasi berarti ada kamali disitu. Kata orang tua saya bahwa disana adalah tempat tinggalnya kakek saya laode muhammadi dilawa atau disebut moori kandala. Dan dia juga datang dari wolio dan meninggal di wolio. Setiap kami kewolio selalu kami tidak lupa untuk menziarahi kuburan beliau di bikit badia dekat mesjid kuba. Jadi mohon penjelasan
Tei ifaopu diguu kene laode muhammadi dilawa temina diamassu.
Kaliu tei laode ukaasa atu tesulu nuompusu.
Buntu laode muhammadi dilawa atu teompu mami kene La Manung Kira dan kene labansamai ai
Pak Laode Farisi slain menggantikan Yarona Kaedupa ( ayahanda pak Laode Al majid ) jg selaku kepala distrik .. Di masa masa,inilah depolitisasi peran Kolaki .. ( intervensi Walanda di Kesultanan Buton ) yg luput dari pengamatan para sejarawan ...
Kemudian disampaikn pd pemerintah setempat sbg bahan rujukn. Ini juga bisa dipakai dlm membangun informasi khasanah pariwisata pulau hoga. Krn setahu sy sebuah destinasi wisata paling tdk memiliki 3 hal. Pertama keindahan wilayahnya, kedua, kebijkan yg mengaturnya dan ketiga, informasi budayanya.
Pas z baca dri atas smpai bwah cerita sejarah kahedupa z merinding.....
Kemudian soal latar belakang pemindahan ibukota kecamatan wandupa dari buranga keambeua yg terjadi pada jaman La Rahi sbg camat dan Abd Hamid La Maga sbg Dan Ramil wandupa dan tombino kala itu sdh betul. TAPI ttg latar pemindahannya seperti yg telah tertulis dlm artikel ini menurut beberapa sumber yg tdk kami sebutkan namanya dsini dan dlm sumber tsb adl anak angkat La Rahi sbg camat wandupa pertama saat kami berkomunikasi via telp. Yg membenarkan tulisan tsb. Dari secara pribadi sy sangat berterima kasih ats info ini yg bisa menjadi referensi tambahan. 😍😍
Kalau logika seperti bapak ini yg kita gunakan utk pendekatan maka kalau dibangun dipalea bgmn jarak yg akan ditempuh olh org2 dari patua bente dan fungka huruo.
Sy tdk ada urusan dgn tanah siapa itu fungka masigi dan bgmn status kepemilikanx, yg menarikx knp sampai bisa fungka tsb disebut fungka masigi. Yg hrsx bapak bisa jelaskan krn ternyata tanah tsb adl milikx
menjelaskan bahwa ada sepasang suami Istri yakni La Manungkira bersama Wa sau Leama beserta para pengikutnya yg datang ke Kaledupa.
Pada saat la Manungkira berada di tengah laut La Goga berusaha merebut Wa Sau Leama dari tangan La Manungkira hanya dengan sekali mendayung la Manungkira langsung bisa mencegah perbuatan La Goga tersebut....
Perselisihan tersebut kemudian di selesaikan oleh La Koto Gau( Mediasi.)
������������
Sejak kapan Kaledupa menjadi sebuah kerajaan ??.
Dan mengapa Wakatobi disebut sebagai Pulau tukang besi / pulau tulukabesi ??.
Sejak kapan kaledupa jadi kerajaan silahkan baca kembali isi ts supaya lebih jelas.
sebutan wakatobi dan kepulauan tukang besi pertama kali digunakan olh belanda bukan nama awal 4 gugus pulau tsb krn masing2 pulau merupaka kerajaan2 kecil
- Kerajaan Kahedupa dikepalai oleh seorang raja yang sdah beragama Islam. Berhubung sejak berdirinya sudah beragama Islam / kerajaan Islam mengapa, kepala pemerintahannya tidak disebut Sultan ?.
Dan dimanakah kuburan raja tsbt ?.
-sebelum Islam yg ada di Kahedupa adalah syara2 fungka. Mengapa ada syara2 fungka dan darimana asal - muasal syara2 fungka ??
-Diatas anda mengatakan bahwa sunatan massal oleh masyarakat Kaledupa dilestarikan smpai skrg yaitu KARIA'A. Apa hubungannya sunatan massal sama Karia'a ?. Apakah ada org sunat yg proses pelaksanaannya sperti KARIA'A ?. Hekasubha, pasombo'a, landa futa, tete dibalaccu, diarak dri rumah ke Bhatanga bgi perempuan dll. Masa iya ada org yg melaksanakan sunatan khususnya perempuan diarea terbuka menggunakan pakaian kombo. Jgn lupa, saat itu kerajaan Islam lho...pemimpinnya jg Islam yg taat. Lalu kemudian, anda mngatakn bahwa sebutan WAKATOBI & Kepulauan tukang besi pertamakali digunakan oleh belanda. Sementara, belanda mlai mnjajah wilayah kesultanan Buton pd pnandatanganan antara Sultan Buton ke-33 dgn Brugman diatas kapal belanda"Deruyter" pd tgl 8 april 1906. Padahal nama Kepulauan tukang besi mulai ada sebelum adanya Kesultanan Buton. Dan jika, penamaan kepulauan tukang besi (Tulukabesi) itu pemberian belanda lalu dri bahasa manakah nama tersebut diambil dan mengapa dinamakan demikian ?. Dan setau sy, nama WAKATOBI itu ada pd thn 2003 ketika Wakatobi menjadi daerah otonom, Berpisah dri Buton.
- Salah satu dr rombongan yg melakukan invasi ke kerajaan Kahedupa adalah la Ode Asifadi anak dri Sultan Buton pd masa pemerintahan La Mollingi sbgai raja ke-10 kerajaan kaledupa antara thn 1607-1635. Sementara, gelar La Ode digunakan/dilantik untuk pemberian gelar kpd Sultan Buton ke-29 dgn nama : La Ode Muhammad Aydrus pd thn 1924 oleh Syaid Rabba dri bangsa Arab. Sblum itu, tdk ada penggunaan gelar La Ode.
Sebelum menjadi
Kesultanan, Buton adalah sebuah kerajaan.
Tetapi yg sy garis bawahi adl ttg penggunaan nama La Ode baru mulai digunakan thn 1924 sebelumnya tdk ada ? Knp ini yg sy garis bawahi krn ini merupaka pendapat yg paling konyol dan menyesatkan banyak org kalau tdk dijawab segera.
Kenapa konyol, kita ambil sj silsilah paling dekatnya dgn yg anda sebutkan sbg sultan ke 29 La Ode Muhammad Aydrus (yg nama sebenarnya dlm naskah buton adl La Ode Muhammad Idrus atau dikenal dgn nama Sultan Muhammad Idrus Qaimuddin).
Kalau seperti pendapat anda yg katakan bhw gelar ode muncul pada thn 1924 berarti hrs banyak sejarah dan naskah yg hrs kita hilangkan dlu. Kok bisa kujuk kujuk muncul gelar itu padahal gelar Ode itu disematkan kepada bangsawan dari kalangan Kaomu.
Kita mulai dari sultan 29 yah, Siapakah La Ode Muhammad Idrus yg anda maksud itu adl sultan ke 29 , dia 4 bersaudara yaitu Raja Watumotobe Ld Mushaleh, wd tangkabala, dan raja Kelende wd mihrab.
La Ode Muhammad Idrus adl anak dari Oputa Lakina Agama Ana (La Ode Badaru yg merupakan Sultan ke 27) hasil pernikahanya dgn Oputa yi Lampenana. Ld Badaru adl salah satu anak dari 3 bersaudara yaitu La Ode walanda, Ld Badaru, Wd Balante.
Kalau mau naik lagi lebih tinggi kita ambil dari La Ode Badaru adl anak dari Oputa Lakina Agama Mancuana (Sultan ke 24) hasil pernikahannya dengan anak sangia yi manuru La Ode ngkariiri.
Kemudian Saidi Raba yg anda Maksud pernah diundang oleh La Ode Abdul Rahman utk mendoakan istrinya yg waktu kejadiannya jauh sebelum pelantikan sultan 29. Artinya nama La Ode juga sdh ada.
Jadi kalau informasi yg baru anda dapatkan gelar La Ode baru digunakan sultan ke 29 pada thn 1924 maka sy sarankan anda agar melakukan penelitian atau pencarian, atau penelusuran, atau apalah namanya supay tdk menhilangkan banyak sejarah, kan kasian generasi muda kita kalau disuguhkan dgn hal2 yg belum akurat. Belajar lagi yah utk pengetahuan sendiri dan org banyak. Dan sayapun akan terus mencari. Kita cari sama2 yah kemudian akan bagus klo bicara sejarah dari banyak pemikiran
Sejarahnya bgs sekali, khazanah lokal dr luar pusat Kerajaan Buton mmg perlu digali lbh dlm krn msih bnyak fakta sejarah yg hrs disuguhkan utk generask skrg.
Saya tertarik jg dgn Raja pertama Kaledupa yg bergelar Tongka Allamu yg dikatakan bernama Muhammad Umar Muhdar anak dari Muhammad Arif Billah, jika demikian berarti beliau adalah sa'adah baalwi/baalawi keturtunan Ahlul Bayt dr jalur Husain bin Ali, ini sngat menatik dan juga penting utk dikembangkan.
Jika mmg benar, apakah masih ada anak keturunannya sampai skrg?
Tabea.