Kamis, 10 Juli 2025

Tarekat Qadiriyah : Ajaran & Nasehat Kuno yang Sirna dari Bumi Kahedupa

 oleh : Ahmad Daulani

Di antara kehidupan modern dan budaya barat yang merajalela, ada kelip cahaya di Kahedupa yang  merawat ayat-ayat murni tasawuf dalam nasehat kuno.  Di sinilah agama dan budaya bertemu, bukan dalam bentuk formal, tetapi dalam nasehat – nasehat bathin yang menuntun hidup masyarakat Kahedupa selama berabad-abad.

Melalui pendekatan antropologi dan history dapat menelusuri manuskrip tua yang memuat tentang ajaran Tarekat Qadariah di Kahedupa. Sebuah aliran tasawuf amaliah praktis yang menekankan adab dan dzikir untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT secara total.

Tarekat Qadiriyah, salah satu tarekat sufi yang berakar dari inti ajaran Syekh Abdul Qadir Al-Jilani. Didirikan sekitar tahun 1160 M ketika ia mulai mengajarkan tasawuf secara luas dan membentuk kelompok pengikut spiritual (murid) di Baghdad. Sejak saat itu Tarekat Qadiriyah telah memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di berbagai wilayah sampai ke Nusantara, termasuk di Kaledupa, sebuah pulau di kawasan Kepulauan Tukang Besi.

Setelah Syekh Abdul Qadir Al-Jilani wafat pada tahun 1166 M, Tarekat Qadiriyah terus berkembang oleh para murid dan keturunannya. Dalam beberapa abad, menyebar ke berbagai belahan dunia Islam seperti Afrika Utara, Timur Tengah, Asia Tengah, dan Asia Tenggara termasuk Nusantara terutama wilayah Jawa, Kalimantan, Sumatra dan Sulawesi. Diantaranya adalah Syekh Abdul Muhyi Pamijahan yang menyebarkan di Jawa yang berpusat di Tasikmalaya. Syekh Ahmad Khatib Sambas yang menyebarkan di Kalimantan dan Sumatra yang berpusat di Peureulak. Syekh Yusuf Al Maqassari yang menyebarkan di Sulawesi yang berpusat di Makassar. Dan Syekh Ahmad Qais Idrus (Imamu Fadha) menyebarkan Tarekat Qadiriah di Kahedupa yang berpusat di Pale’a sejak abad ke-14 masehi. lalu menyusul Syekh Tua dari Makassar (Imamu Mansuana) juga menyebarkan Tarekat Qadiriah yang berpusat di Horuo pada abad ke-16 masehi. Kehadiran tarekat ini di Kahedupa tidak hanya membawa ajaran Islam yang bercorak tasawuf, tetapi juga turut mewarnai corak budaya lokal dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kearifan masyarakat setempat.

Di tengah masyarakat Kaledupa yang memiliki tradisi maritim kuat dan nilai-nilai komunal yang tinggi, ajaran Tarekat Qadiriyah diterima secara adaptif. Nilai-nilai seperti keikhlasan, tawadhu, kebersamaan, dan ketaatan kepada guru (murshid) sangat selaras dengan budaya lokal yang menjunjung tinggi rasa hormat kepada tetua, pemimpin adat, dan tokoh agama. Hal ini mempermudah proses internalisasi ajaran tasawuf ke dalam kehidupan sosial masyarakat Kahedupa. Diantara nasehat yang berintikan ajaran tasawuf yang sangat familiar adalah Kedhe dhi Killi, Parikonta dhi Bannara, Filangka dhi Toto.

Dalam makna dan praktek tasawuf amaliah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, yang dimaksud “Kedhe dhi Killi” berarti duduk ditempat-tempat yang penuh berkah diantaranya duduk di mesjid, majelis ilmu dll (QS. At-Taubah : 18). “Parikonta dhi Bannara” berarti berpegang teguh kepada kebenaran atau Al-Haqq (QS. Ali Imran : 103, Al Isra : 83). “Filangka dhi Toto” berarti hanya berjalan diatas jalan yang lurus sesuai dengan petunjuk Allah yakni jalannya para nabi, para shalihin dan orang-orang yang diridhoi (QS. Al An’am : 153, Al Fatihah : 6).

Nama Syekh Abdul Qadir al-Jilani akan selalu terdengar dalam ritual-ritual keagamaan dan hajatan adat seperti gunti’a dan nabhudasa’a yang menjadi bagian dari kehidupan religius masyarakat Kahedupa, bahkan apik terabadikan dalam bait-bait Iamalahu salah satu syair kuno Lariangi. Dalam konteks ini, praktik-praktik tarekat tidak dipandang sebagai praktek religius semata, melainkan telah menyatu dengan ritus-ritus tradisional yang bersifat sakral dan spiritual. Masyarakat Kahedupa memaknainya sebagai kerangka kehidupan, dari posisi duduk, berdiri dan berjalan menjadi metafora tentang amaliah dalam setiap fase hidup manusia.

Tarekat Qadiriyah juga berperan penting dalam menjaga nilai-nilai moral dan spiritual masyarakat. Dalam konteks ini, guru atau mursyid atau tetua dipandang sebagai panutan yang tidak hanya membimbing dalam urusan agama, tetapi juga menjadi tempat meminta nasihat dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai tarekat seperti kesabaran, ketawakalan, dan kebersihan hati menjadi semacam filter sosial dalam menjaga keharmonisan komunitas. Hal ini terlihat jelas pada prosesi “Pajulu” yang masih dilestarikan oleh masyarakat Kahedupa pada setiap prosesi pernikahan masyarakat Kahedupa. Dengan demikian, tarekat Qadiriyah bukan hanya menjadi jalur spiritual personal, tetapi juga menjadi fondasi kebudayaan kolektif yang menjaga harmoni sosial di Kahedupa.

Dalam perspektif kearifan lokal, Tarekat Qadiriyah di Kahedupa menunjukkan bahwa agama dan budaya dapat berjalan beriringan. Ajaran-ajaran tasawuf yang lembut dan inklusif mampu berakulturasi dengan adat istiadat lokal, melahirkan sebuah bentuk Islam yang damai, toleran, dan membumi. Inilah wujud dari Islam lokal yang tidak hanya mengajarkan kedekatan kepada Tuhan, tetapi juga menjaga keseimbangan antara manusia dan lingkungannya yang termanifestasi pada karakter TARA – TURU – TORO.

Dulu !!! disana, ajaran tasawuf memang tidak hadir sebagai hukum institusional namun ia menjelma menjadi roh budaya dan adat istiadat, menuntun cara pandang dan membentuk cara hidup masyarakatnya. Kini, ajaran dan nasehat kuno tasawuf itu telah padam sepenuhnya bak ditelan bumi. Kahedupa yang dikenal sebagai Togo Gau Satoto tidak mampu lagi menasehati dan mengobati dirinya sendiri. Degradasi moral, ahlak dan adab sudah menjadi tren anak muda.

Islam dengan tarekat Qadariahnya tidak lagi mengalir dalam tutur kata, tingkah laku, sikap hormat kepada sesama, bahkan tidak mampu bersemayam lagi di masjid – mesjid, seolah – olah ditempatkan pada dimensi lain dari kehidupan. Walaupun nasehat – nasehat suci yang sampai dalam kesunyian sesungguhnya tidak pernah lelah meskipun lemah. Kendatipun tinggal jejak lampau, harusnya cukup sebagai pengingat bagi manusia bahwa agama bukan sekedar tuntunan ibadah, tapi jalan panjang yang menuntun manusia dari biadab menuju beradab dan dari gelap menuju terang.

Tidak ada komentar:

Tarekat Qadiriyah : Ajaran & Nasehat Kuno yang Sirna dari Bumi Kahedupa

  oleh : Ahmad Daulani Di antara kehidupan modern dan budaya barat yang merajalela, ada kelip cahaya di Kahedupa yang   merawat ayat-ayat ...