Langsung ke konten utama

KANTOLALO

Dalam landschape peradaban masa lampau selalu merekam nama-nama pelaku sejarah yang menjadi penaut hubungan beberapa kerajaan. Tapi tidak sedikit juga yang tidak populer karena minimnya literatur yang telah menjajaki mereka. Sama seperti wilayah lainnya Sulawesi Tenggara juga terdapat tokoh-tokoh sejarah yang kisahnya tercatat dalammlembaran-lembaran kertas sebagai alat perekam masa lampau, padahal memiliki peran dan andil besar dalam menoreh kisah sejarah,

Salah satunya adalah Kantolalo. Ia merupakan keturunan trah bangsawan kerajaan Muna yang banyak berdiaspora dengan wilayah-wilayah kerajaan lain di Sulawesi Tenggara. Kantolalo dinobatkan menjadi Lakina Barata Wuna ke – 11 (dihitung dari Lakina Muna La Posasu atau Kobangkuduno dan 2 soloweta raja) atau raja Muna ke 18 (dihitung dari Raja Muna Mancuana Bheteno Ne Tombula). Ia menjabat sebagai Lakina Muna pada sekitar tahun 1759-1764 Masehi menggantikan ayahnya Omputo Sangia. Sebenarnya sebelum dirinya dinobatkan sebagai Lakina Muna ada Lakina sementara yang mengisi kekosongan pasca Meninggalnya Omputo Sangia La Ode Husaini yaitu La Ode Pontimasa atau oleh masyarakat Muna disebut Soloweta Raja atau raja sementara yang hanya menjabat selama 40 hari saja. 

Kantolalo bin Omputo Sangia bin Sangia Latugho bin Sangia Kainde La Ode Ngkadiri memiliki beberapa 0rang saudara laki-laki diantaranya adalah La Ode Zaenal Abidin, La Ode Muhammad Ali, La Ode Harisi, La Ode Murusali dan La Ode Umara atau Omputo Nigege.

Dalam beberapa naskah kuno yang ada baik naskah versi Belanda, versi Buton, versi Muna, versi Laiwui, versi Makassar dan versi Kaledupa terdapat catatan yang menuliskan nama lain dari Kantolalo yakni Omputo Kantolalo atau La Ode Kantada atau La Ode Kotu Koda atau La Ode Ngkada atau Sangia Kasidha’a atau Kapitalao Lohia dan Haerun Bardhai (namanya di Bone). Sebelum ia dinobatkan menjadi raja Muna ia merupakan seorang Kapten Laut atau Kapitalao dari Lohia (salah satu wilayah administrasi Barata Muna), sehingga ia dikenal juga dengan nama Kapitalao Lohia.

***

Dalam memori kolektif orang Kaledupa, Kantolalo merupakan salah seorang dari beberapa tokoh sejarah yang berdiaspora ke Kaledupa. Keberadaanya di Kaledupa menambah deretan tokoh sentral yang menautkan secara genealogi antara kerajaan Kaledupa (Kahedupa) dengan beberapa kerajaan lain khususnya kerajaan Muna, Tiworo dan Buton. 

Kantolalo dalam landschape sejarah Kaledupa tidak kalah menarik dengan tokoh-tokoh sentral lainnya yang menjadi simpul penaut Kaledupa dan beberapa kerajaan besar lainnya dan telah kami ulas kisahnya dalam beberapa tulisan yang berbeda, diantara tokoh tsb adalah La Rahamani, La Ulepe, Kakadho Bha Lasuna (Balasuna), dan Faopu di Mokkimu atau Mo’ori Kamali Ijo. 

Ia pertama kali berdiaspora ke Kaledupa dengan persetujuan sultan Buton setelah 6 atau 8 tahun pasca purna tugasnya sebagai Lakina  barata Muna pada sekitar tahun 1770 atau 1772 masehi. Kantolalo populer dengan nama Sangia Kasidha’a di Kaledupa. Kedatangannya ke Kaledupa didampingi oleh istri yang adalah putri dari Sultan La Jampi. Salah satu anak Kantolalo dari pernikahan tersebut adalah La Ode Siripua (Sangia Geresa Lakina barata Kahedupa VI)

Berdasarkan tradisi lisan (oral tradition) yang dituturkan oleh lembaga adat barata Kahedupa, menyebutkan bahwa Kantolalo setelah berada di Kaledupa ia kemudian  menjabat sebagai Lakina Sulujaju Barata Kahedupa I. 

***

Tahun berapa kerajaan Kahedupa terintegrasi ke dalam wilayah kesultanan Buton menjadi wilayah Barata Kahedupa ?

Latar belakang terintegrasinya kerajaan Kahedupa menjadi barata Kahedupa terjadi dalam dua fase. Fase pertama yaitu secara de jure. Berdasarkan naskah kuno Buton 4 negeri barata terintegrasi kedalam wilayah kekuasaan Buton dengan latar belakang sejarah dan wakatu yang berbeda-beda. Khususnya Kahedupa sebagaimana tercantuk dalam Martabat Tujuh terintegrasi pada masa pemerintahan Laelangi sebagai Sultan Buton IV pada sekitar tahun 1613 Masehi. Terlihat pada isi martabat tujuh yang diumumkan oleh Sapati La Singga, menetapkan bahwa wilayah kesultanan Buton itu meliputi Barata Pata Palena dan 72 kadie.

Fase kedua yaitu secara de facto. Berdasarkan oral tradition dan memori kolektif orang Kaledupa menyatakan bahwa penetapan wilayah Buton secara de jure itu dibantah bahwa pada tahun itu Kaledupa belumlah terintegrasi secara resmi artinya Kaledupa masih dalam status kerajaan yang berdiri sendiri. Kaledupa terintegrasi kedalam wiayah kesultanan Buton pada masa pemerintahan Oputa Mosabuna yi Kumbewaha atau La Buke sultan Buton ke VI pada tahun 1632-1645 M. sedangkan di Kaledupa Lakina Kahedupa I adalah Kasafari yang merupakan saudara kandung sultan La Buke. Kasafari memerintah pada tahun 1635 – 1673 Masehi.

Kalau melihat dari tahun peristiwa diatas, Kantolalo sampai ke Kaledupa pada masa pemerintahan Sangia Jalima lakina barata Kahedupa ke 3. Dan kemungkinan besarnya ia menjabat sebagai Lakina Sulujaju pada masa ini.

Jika Kantolalo adalah Lakina Sulujaju ke I yang menjabat pada masa pemerintahan Lakina Kahedupa ke 3 berarti pada masa pemerintahan Lakina Kahedupa ke 1 dan 2 tidak pernah ada yang menjabat jabatan lakina sulujaju tsb.

Pertanyaan besarnya adalah (1) apakah pada masa pemerintahan Kasafari sbg lakina Kahedupa 1 dan pada masa pemerintahan Indolu yi Pale’a belum ada jabatan Lakina sulujaju ? (2) apakah jabatan lakina Sulujaju sudah ada sejak masa Kasafari tetapi tidak ada orang yang menduduki jabatan tsb ?

Dalam Martabat tujuh juga terdapat struktur jabatan inti atau sara inti di 4 barata. Pada struktur sara barata kahedupa terdapat 5 jabatan inti berdasarkan M7 yaitu Lakina Kahedupa, Bonto To’oge, Lakina Sulujaju, Bonto Tapa’a dan Bonto Kifolu. Sara inti di Barata Wuna yaitu Lakina Wuna, Kapitalao, Bontoogena, Mintarano Bhitara Fatoghoerano. Sara inti di Barata Tiworo yaitu Lakina Tiworo, Mieno Lawa, Mieno Lasipamu, Sahabandara. Sedangkan sara inti di Barata Kulisusu yaitu Lakina Kulisusu, Kenipulu, Bontona Kampani, Bontona Kancua – Ncua, Kapitana Lipu.

Jika merujuk pada pembagian sara inti barata sebagaimana tertuang dalam Martabat Tujuh maka seharusnya sudah ada jabatan Lakina Sulujaju sejak masa pemerintahan Kasafari sebagai Lakina Kahedupa ke I yang menjabat thn 1635 – 1673 Masehi. 

Jika jabatan itu harusnya ada sejak masa kasafari maka sangat tidak mungki pada masa itu jabatan strategis lakina sulujaju (panglima perang) akan dibiarkan kosong sampai puluhan tahun lamanya.

Lantas bagaimana jabatan Lakina Sulujaju pertama akan dijabat oleh Kantolalo yang berada di Kaledupa pada sekit


ar tahun 1702 sedangkan jabatan ini ada sejak tahun 1635 !


Oleh : Ahmad Daulani

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAKADHO BHAA LASUNA

sumber foto : istimewa Meskipun makam ini sekarang tampak tak terurus dan sudah banyak yang melupakannya namun sosok yang ada dibaliknya adalah sosok yang sangat legendaris dan sangat mengemuka di negeri Kahedupa, negeri Buton dan negeri Pancana Muna pada akhir abad ke 16 Masehi.  Di Kahedupa ia bernama La Tingku, ia adalah salah satu bangsawan Kahedupa yang memimpin wilayah Tombuluruha. Ia juga dikenal sebagai ahli perang yang sangat handal sehingga di Kahedupa juga ia dikenal dengan nama Kakadho Tombuluruha.  Sezaman dengan La Tingku yang memimpin Tombuluruha, Kahedupa dimasa itu dipimpin oleh raja La Molingi sementara Buton di pimpin oleh Sultan Laelangi. Jauh sebelum masa itu sejatinya telah terbentuk persekutuan pertahanan keamanan baik keamanan luar maupun di dalam negeri yang terdiri dari 5 kerajaan yang digagas oleh Sultan Murhum. Persekutuan tsb dikenal dengan persekutuan BHARATA dengan Buton sebagai sentralnya. Kelima negeri itu adalah Buton, Kahedupa, Muna, Kolencusu dan Tiw

Benteng Pale'a sebagai Pusat Peradaban Kaledupa

sumber foto : istimewa   Oleh : Ahmad Daulani Sama seperti kerajaan pada umumnya, Kaledupa yang memiliki histori panjang sebagai kerajaan vasal juga memiliki banyak peninggalan sejarah yang belum terungkap. Diantaranya benteng dan bukti fisik lainnya yang menurut masyarakat setempat memiliki peran dan makna penting dalam sejarah peradaban Kaledupa. Dipulau Kaledupa terdapat beberapa benteng peninggalan peradaban masa lampau yang menjadi warisan leluhur sebagai saksi sejarah sebagai hasil karya yang sangat mengagumkan oleh manusia sekarang. Ada 2 benteng besar yang masih tersisa meskipun sebagain sudah mengalami kerusakan karena dimakan usia dan tidak terawat lagi yaitu benteng Pale'a sebagai jejak peradaban Kaledupa sebagai kerajaan dan benteng Ollo sebagai jejak Kaledupa sebagai barata Kahedupa yang telah terintegrasi sebagai bagian dari wilayah kesultanan Buton. Benteng Pale'a sekarang terletak di desa Pale'a kecamatan Kaledupa Selatan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara

Syiar Islam Imamu Fadha di Kahedupa

sumber foto : istimewa Syair Islam yang dibawa oleh para pedagang maupun yang berdiaspora dengan latar belakang yag beragam berkembang dengan pesat diwilayah kerajaan-kerajaan yang penyebarannya menyeluruh kehampir pelosok negeri. Pada awal abad ke 14 Masehi kerajaan Kahedupa dibawah kepemimpinan raja Muhammad Baengu yang merupakan raja ke – 4 kerajaan Kahedupa, sampailah rombongan para saudagar muslim ke kerajaan Kahedupa. Salah seorang diantara mereka bernama Syech Ahmad bin Qais Al Idrus dari Kerajaan Pattani  di Johor yang masuk melalui Padang,  Sumatra Barat. Kedatangan Syech Ahmad ke Kahedupa bukanlah semata-mata urusan perdagangan tetapi ia datang dengan misi khusus penyebaran agama Islam. Syech Ahmad bin Qais Al Idrus bukanlah penyiar Islam yang pertama sampai di kerajaan kahedupa, sebab saat ia sampai ketanah Kahedupa pengaruh Islam sudah ada di wilayah itu dan terdapat nilai – nilai ajaran Islam yang berdialektika dengan kebudayaan lokal. Namun pengaruh Islam belumlah merata