Langsung ke konten utama

Tradisi Temba'a Nu Komba dan Memori Ramadhan di Kaledupa

Oleh : Ahmad Daulani

Kemarin pada tanggal 22 Maret pemerintah RI melalui kementrian Agama RI bersama beberapa ormas Islam melakukan sidang isbat dengan metode rukyatul hilal untuk menentukan satu Ramadhan secara resmi.

Rukyatul hilal atau memantau bulan biasanya pada akhir bulan Sya’ban dan akhir bulan Ramadhan lazimnya dilakukan dibeberapa titik yang dianggap strategis utuk memantau hilal atau bulan. Jika terlihat bulan maka sidang isbat Kemenag akan memutuskan dan mengumumkan  puasa 1 Ramadhan.

Dahulu hal serupa juga rutin dilakukan oleh sara bharata Kahedupa melalui sara Fofine (Sara Agama) bharata Kahedupa, pada masa ini rukyatul hilal disebut dengan Tembaana nu Komba. Walaupun tradisi ini kini telah sirna segala-galanya tanpa bekas.

Tradisi Tembaa nu Komba akan dilaksanakan oleh dewan Sara Fofine di masjid Agung Bente sebagai masjid raya bharata Kahedupa. Dewan sara Fofine tersebut terdiri dari Lakina Agama, imamu Kahedupa, Khatibi Kahedupa, Moji Tombuluruha, Moji Kifolu, Moji Tampara, Moji Fatole, Moji Ollo, moji Tapa’a, Moji Lefuto. Ditambah Laganda dan Bonto Paseba sebagai perwakilan sara Hu'u bharata Kahedupa (pemerintahan eksekutif) dalam sidang tersebut. Sedangkan ketua dewan sara Fofine adalah Lakina Agama.

Dalam proses rukyatul hilal, ketujuh orang Moji akan melakukan pemantauan hilal di beberapa titik di wilayah Kahedupa. Jika hilal sudah terlihat, mereka akan langsung melaporkan kepada dewan Sara Fofine, ketika itu Lakina Agama sebagai pimpinan dewan akan mengeluarkan keputusan setelah mengambil sumpah dari Moji yang telah melihat hilal pada saat pemantauan.  Keputusan dewan tentang penetapan 1 Ramadhan yang ditandai dengan bunyi gendang mesjid Agung Bente yang dibunyikan oleh Laganda.

Bonto Paseba kemudian akan menghadap Lakina Kahedupa di Kamali untuk melaporkan hasil keputusan yang telah ditetapkan oleh dewan Sara Fofine. Lakina Kahedupa lalu memerintahkan pasukan Tamburu melakukan Mbeli di Kamali lalu keliling kampung sebagai bentuk pengumuman resmi dari Lakina Kahedupa bahwa puasa pertama akan dimulai. 

Sedangkan Pangalasan akan meninformasikan kepada para lakina kadie dan bonto limbo atas hasil sidang dewan sara fofine

Setelah mendengar bunyi gendang masjid sebagai isyarat bahwa dewan Sara Fofine telah menetapkan 1 Ramadhan, maka akan dilaksanakan prosesi Temba'a nu Komba, seorang yang ditugaskan untuk menembakan bhadili di lawa Kifolu salah satu lawa yang ada benteng bharata Kahedupa akan segera menembakkan bhadili (bedil/meriam) dengan dihadapkan kearah bulan. Kemudian akan disusul tembakan bedil dari lawa Tapa’a kemudian akan disambut lagi oleh tamburu yang dimainkan dari Kamali. Dari tradisi seperti ini sehingga orang Kahedupa selalu menyebut 1 Ramadhan dengan nama Temba’a Nu Komba.

Seketika itu masyarakat Kahedupa akan langsung menyiapkan Harua tembaa nu komba dan berbagai macam hidangan dirumah-rumah mereka untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Satu hari spesial untuk mempersiapkan segala hidangan untuk menyambutnya disebut "moina hesai-saia", walaupun banyak darinya dihidangkan seperti hari-hari biasa tanpa berpuasa.

Kamipun yang masih usia belia kala itu tidak mau ketinggalan dengan kemeriahan untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Kami secara kelompok membunyikan meriam bambu secara bersahut sahutan, selalu ada korban yang kehilangan bulu mata dan alis disetiap momen tersebut. Tidak sedikit juga dari kami yang tidak ikut melaksanakan shalat taraweh karena terhanyut dalam kebagaian bermain. Teman kami yang sempat ikut shalat taraweh bukan karena rajin shalat tetapi hanya sekedar ingin berteriak “bihiiiiiiii”

Yahhh banyak kenangan itu masih terpatri dalam ingatan. Melaluinya, kami atas nama keluarga menghaturkan permohonan maaf yang setinggi-tingginya untuk semuanya jika pernah terbesit khilaf dan salah baik sengaja maupun tidak, lewat dunia nyata maupun maya. 

Semoga Allah meridhoi Ramadhan kita tahun ini dan selepasnya, tidak meninggalkan apapun dalam diri kita kecuali kebaikan. 

Selamat menjalankan ibadah puasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAKADHO BHAA LASUNA

sumber foto : istimewa Meskipun makam ini sekarang tampak tak terurus dan sudah banyak yang melupakannya namun sosok yang ada dibaliknya adalah sosok yang sangat legendaris dan sangat mengemuka di negeri Kahedupa, negeri Buton dan negeri Pancana Muna pada akhir abad ke 16 Masehi.  Di Kahedupa ia bernama La Tingku, ia adalah salah satu bangsawan Kahedupa yang memimpin wilayah Tombuluruha. Ia juga dikenal sebagai ahli perang yang sangat handal sehingga di Kahedupa juga ia dikenal dengan nama Kakadho Tombuluruha.  Sezaman dengan La Tingku yang memimpin Tombuluruha, Kahedupa dimasa itu dipimpin oleh raja La Molingi sementara Buton di pimpin oleh Sultan Laelangi. Jauh sebelum masa itu sejatinya telah terbentuk persekutuan pertahanan keamanan baik keamanan luar maupun di dalam negeri yang terdiri dari 5 kerajaan yang digagas oleh Sultan Murhum. Persekutuan tsb dikenal dengan persekutuan BHARATA dengan Buton sebagai sentralnya. Kelima negeri itu adalah Buton, Kahedupa, Muna, Kolencusu dan Tiw

Benteng Pale'a sebagai Pusat Peradaban Kaledupa

sumber foto : istimewa   Oleh : Ahmad Daulani Sama seperti kerajaan pada umumnya, Kaledupa yang memiliki histori panjang sebagai kerajaan vasal juga memiliki banyak peninggalan sejarah yang belum terungkap. Diantaranya benteng dan bukti fisik lainnya yang menurut masyarakat setempat memiliki peran dan makna penting dalam sejarah peradaban Kaledupa. Dipulau Kaledupa terdapat beberapa benteng peninggalan peradaban masa lampau yang menjadi warisan leluhur sebagai saksi sejarah sebagai hasil karya yang sangat mengagumkan oleh manusia sekarang. Ada 2 benteng besar yang masih tersisa meskipun sebagain sudah mengalami kerusakan karena dimakan usia dan tidak terawat lagi yaitu benteng Pale'a sebagai jejak peradaban Kaledupa sebagai kerajaan dan benteng Ollo sebagai jejak Kaledupa sebagai barata Kahedupa yang telah terintegrasi sebagai bagian dari wilayah kesultanan Buton. Benteng Pale'a sekarang terletak di desa Pale'a kecamatan Kaledupa Selatan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara

Syiar Islam Imamu Fadha di Kahedupa

sumber foto : istimewa Syair Islam yang dibawa oleh para pedagang maupun yang berdiaspora dengan latar belakang yag beragam berkembang dengan pesat diwilayah kerajaan-kerajaan yang penyebarannya menyeluruh kehampir pelosok negeri. Pada awal abad ke 14 Masehi kerajaan Kahedupa dibawah kepemimpinan raja Muhammad Baengu yang merupakan raja ke – 4 kerajaan Kahedupa, sampailah rombongan para saudagar muslim ke kerajaan Kahedupa. Salah seorang diantara mereka bernama Syech Ahmad bin Qais Al Idrus dari Kerajaan Pattani  di Johor yang masuk melalui Padang,  Sumatra Barat. Kedatangan Syech Ahmad ke Kahedupa bukanlah semata-mata urusan perdagangan tetapi ia datang dengan misi khusus penyebaran agama Islam. Syech Ahmad bin Qais Al Idrus bukanlah penyiar Islam yang pertama sampai di kerajaan kahedupa, sebab saat ia sampai ketanah Kahedupa pengaruh Islam sudah ada di wilayah itu dan terdapat nilai – nilai ajaran Islam yang berdialektika dengan kebudayaan lokal. Namun pengaruh Islam belumlah merata