Langsung ke konten utama

KALEDUPA DALAM ANCAMAN INVASI

 








Kaledupa (Kahedupa) sebagai salah satu wilayah pertahanan Luar kesultanan Buton, dalam menjalankan fungsi dan tata kelola pemerintahan tidaklah selalu berlangsung mulus, damai dan tertib saja. Namun sering diperhadapkan dengan masalah-masalah khususnya keamanan dan pertahanan baik internal maupun eksternal. 

Kahedupa sebagai sentral pemerintahan Barata Kahedupa yang terbentang dari Moromaho sampai Batuatas sebagai wilayah dan teritorial keamanannya dahulu yang membawahi 18 kadie dan limbo, pernah diperhadapkan dengan ancaman yang datang dari internal kuasanya sendiri, diantaranya adl mendamaikan peramg saudara kadie Timubdan Waha di pulau Tomia dan adanya upaya kudeta terhadap Lakina (raja) Kahedupa oleh salah satu kadie yang berada dibawah naungannya. 

Kahedupa juga selalu melibatkan diri sebagai bentuk dukungan terhadap sistem pertahanan kesultanan Buton dengan turut aerta dalam perang-perang yang Buton lakukan. Perang Buton-Ternate, perang Buton-Goa, perang Buton-Ambon bahkan Kahedupa tidak sedikit turun tangan untuk meredam konflik-konflik internal dalam wilayah kesatuan kesultanan Buton yang berpotensi pada situasi yang instabilitas pemerintahan. 

Kehadiran Kahedupa yang selalu menjadi kekuatan Buton senantiasa menjadi energi dan obat bagi kesultanan Buton sendiri. Jika Kahedupa sudah turun maka selesailah segala persoalan yang mengintai Buton.

Dalam statusnya sebagai barata Kahedupa, beberapa kali wilayahnya mengahadapi ancaman invasi dari negeri-negeri luar yang tidak terlepas dari ancaman kesultanan Ternate dan Goa sebagai dua kekuatan besar yang menghimpit kesultanan Buton. 

Sejarah pernah mencatat ancaman yang sangat besar yakni ancaman invasi dari Papua dan Seram yang ingin merongrong wilayah Kahedupa dan beberapa wilayah Buton yang lain. Ancaman itu berlangsung beberapa bulan. Tidak main-main ancaman invasi tersebut sebab 2000 pasukan perang yang dengan 200 armada kapal siap menerkam saat itu yang tersebar di 4 wilayah termasuk Kahedupa. Bersamaan dengan ancaman serangan di wilayah Mawasangka, Lowu-Lowu dan Lasalimu.

Peristiwa ini mengharuskan pasukan perang Kahedupa harus meminta bantuan persenjataan kepada Buton karena nyaris kehabisan amunisi dan persenjataan demi menghalau invasi pasukan dari Papua dan Seram tsb. 

Barata Kahedupa saat itu berada dibawah kepemimpinan Lakina Kahedupa ke-6 Sangia Geresa sejaman dengan masa pemerintahan Sultan Buton ke-26 Oputa yi Lawalangke (La Kopuru)

Upaya kesultanan Buton untuk mempertahankan wilayah kedaulatannya sudah semestinya mempersenjatai wilayah-wilayah yang sedang menghadapi ancaman invasi. Untuk mewujudkan hal tersebut Sultan Buton Oputa Yii Lawalangke bersurat kepada paduka Gubernur VOC di Batavia agar dikabulkan permohonannya melalui utusan yang ia kirim untuk membeli perlengkapan perang kepada VOC. Jenis senjata yang ingin dibeli oleh Buton adalah senapan atau senjata terbaik saat itu sebanyak 400 pucuk, obat-obatan sebanyak 40 pikul (satuan Buton 1 pikul setara dengan 64 kg), timah 20 pikul, batu api (mengkin peluru meriam) sebanyak 4000 biji.

Oleh : Ahmad Daulani

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAKADHO BHAA LASUNA

sumber foto : istimewa Meskipun makam ini sekarang tampak tak terurus dan sudah banyak yang melupakannya namun sosok yang ada dibaliknya adalah sosok yang sangat legendaris dan sangat mengemuka di negeri Kahedupa, negeri Buton dan negeri Pancana Muna pada akhir abad ke 16 Masehi.  Di Kahedupa ia bernama La Tingku, ia adalah salah satu bangsawan Kahedupa yang memimpin wilayah Tombuluruha. Ia juga dikenal sebagai ahli perang yang sangat handal sehingga di Kahedupa juga ia dikenal dengan nama Kakadho Tombuluruha.  Sezaman dengan La Tingku yang memimpin Tombuluruha, Kahedupa dimasa itu dipimpin oleh raja La Molingi sementara Buton di pimpin oleh Sultan Laelangi. Jauh sebelum masa itu sejatinya telah terbentuk persekutuan pertahanan keamanan baik keamanan luar maupun di dalam negeri yang terdiri dari 5 kerajaan yang digagas oleh Sultan Murhum. Persekutuan tsb dikenal dengan persekutuan BHARATA dengan Buton sebagai sentralnya. Kelima negeri itu adalah Buton, Kahedupa, Muna, Kolencusu dan Tiw

Benteng Pale'a sebagai Pusat Peradaban Kaledupa

sumber foto : istimewa   Oleh : Ahmad Daulani Sama seperti kerajaan pada umumnya, Kaledupa yang memiliki histori panjang sebagai kerajaan vasal juga memiliki banyak peninggalan sejarah yang belum terungkap. Diantaranya benteng dan bukti fisik lainnya yang menurut masyarakat setempat memiliki peran dan makna penting dalam sejarah peradaban Kaledupa. Dipulau Kaledupa terdapat beberapa benteng peninggalan peradaban masa lampau yang menjadi warisan leluhur sebagai saksi sejarah sebagai hasil karya yang sangat mengagumkan oleh manusia sekarang. Ada 2 benteng besar yang masih tersisa meskipun sebagain sudah mengalami kerusakan karena dimakan usia dan tidak terawat lagi yaitu benteng Pale'a sebagai jejak peradaban Kaledupa sebagai kerajaan dan benteng Ollo sebagai jejak Kaledupa sebagai barata Kahedupa yang telah terintegrasi sebagai bagian dari wilayah kesultanan Buton. Benteng Pale'a sekarang terletak di desa Pale'a kecamatan Kaledupa Selatan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara

Syiar Islam Imamu Fadha di Kahedupa

sumber foto : istimewa Syair Islam yang dibawa oleh para pedagang maupun yang berdiaspora dengan latar belakang yag beragam berkembang dengan pesat diwilayah kerajaan-kerajaan yang penyebarannya menyeluruh kehampir pelosok negeri. Pada awal abad ke 14 Masehi kerajaan Kahedupa dibawah kepemimpinan raja Muhammad Baengu yang merupakan raja ke – 4 kerajaan Kahedupa, sampailah rombongan para saudagar muslim ke kerajaan Kahedupa. Salah seorang diantara mereka bernama Syech Ahmad bin Qais Al Idrus dari Kerajaan Pattani  di Johor yang masuk melalui Padang,  Sumatra Barat. Kedatangan Syech Ahmad ke Kahedupa bukanlah semata-mata urusan perdagangan tetapi ia datang dengan misi khusus penyebaran agama Islam. Syech Ahmad bin Qais Al Idrus bukanlah penyiar Islam yang pertama sampai di kerajaan kahedupa, sebab saat ia sampai ketanah Kahedupa pengaruh Islam sudah ada di wilayah itu dan terdapat nilai – nilai ajaran Islam yang berdialektika dengan kebudayaan lokal. Namun pengaruh Islam belumlah merata