Bagian 1
Nama pulau “Kaledupa” diambil dari kata Kau Dupa yang berarti kayu dupa. Nama ini di berikan oleh serombongan pelaut yang kebetulan melintasi pulau Kaledupa dan mencium wangi dupa (kemenyan) sehingga oleh mereka pulau tersebut diberi nama Kahedupa dan kemudian lebih dikenal dengan sebutan Kaledupa. Kayu dupa sendiri merupakan benda yang paling dekat hubungannya dengan ritual. Pada masa lampau penduduk Kaledupa menganut keyakinan animisme dinamisme, sehingga hampir seluruh masyarakat menggunakan dupa untuk media komunikasi dengan para arwah leluhur.
Agama Islam masuk dan menyebar dalam masyarakat Kahedupa, yang kemudian berasimilasi dengan tradisi atau adat istiadat yang sudah ada dan diwarisi secara turun-temurun dari nenek moyang. Agama Islam menunjukkan kearifannya ketika berhadapan dengan adat dan tradisi lokal yang sudah mapan, yang ditandai dengan pendekatan dakwah secara bijaksana, damai dan bertahap, bukan dengan cara frontal apalagi kekerasan.
Singkatnya, Islam mampu berdialektika dengan kemajemukan adat istiadat dan memberikan klasifikasi bijaksana terhadap unsur-unsur tradisi yang bernilai positif dan bisa dipelihara dan unsur-unsur adat yang bernilai negatif yang perlu ditinggalkan. Dengan demikian kehadiran agama Islam bukan untuk menghilangkan adat dan tradisi setempat melainkan untuk memperbaiki dan meluruskannya menjadi lebih berperadaban, berakhlak dan manusiawi.
Dengan metode seperti ini menjadikan Islam yang masuk ke Kahedupa yang pertama kali dibawah oleh Tongka Allamu tidak banyak mendapatkan hambatan dan penolakan. Islam datang sebagai sosok ajaran yang dinamis dan melindungi tradisi yang telah dimiliki oleh masyarakat Kahedupa.
Kehadiran Tongka Allamu yang mengawali perkenalan Islam di Kahedupa juga berarti awal dari proses interaksi Islam dan nilai-nilai tradisi lokal. Meskipun masih menyisakan beberapa tradisi-tradisi animism-dinamisme namun pada kenyataannya Islam hampir merubah seluruh adat istiadat masyarakat Kaledupa dalam segala aspek. Perpaduan antara Islam dan tradisi lokal dalam praktek hidup dan beragama masyarakat Kahedupa masih jelas terlihat umumnya dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai khazanah budaya yang terwarisi, yang memiliki akar dan hubungan erat dengan tradisi dan sejarah Kahedupa masa lampau, sehingga apa yang nampak dari fenomena keberagamaan masyarakat Kahedupa sebagian di antaranya merupakan hasil proses dialektika yang masih kental tergambar pada tradisi yang dilakukan dalam berbagai sistem keyakinan serta berbagai upacara ritual dalam masyarakat Kahedupa merupakan deskripsi dari hasil interaksi antara Islam dengan tradisi lokal masyarakat setempat.
Salah satu tradisi yang sangat kental dengan nilai-nilai ajaran islam yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam aspek sosial masayarakat Kahedupa yaitu Pajaga. Pajaga adalah undangan lisan yang disampaikan secara adat. Pajaga merupakan salah satu rangkaian acara yang tidak dapat dipisahkan untuk semua jenis acara adat (karajaa membali – karajaa mate), mulai dari aqikah, khitanan, perkawinan sampai tahlilan.
Berdasarkan jenisnya Pajaga dibagi menjadi dua jenis yairu Pajaga lele dan Pajaga po’intesi. Sedangkan dalam penerapannya pajaga dibagi menjadi dua macam yaitu pajaga mo’ane dan pajaga fofine. Pajaga lele akan dilakukan paling lambat dua hari sebelum acara inti (hari-H) dan Pajaga Po’intesi dilakukan saat hari H sebelum acara dimulai. Pada dasarnya pajaga lele dan pajaga po’intesi sama fungsinya, yang membedakan hanya terletak pada kata-kata yang akan disampaikan (bake nu pogau) dan waktu pelaksanaannya. Pajaga po’intesi bisa dilakukan jika orang tersebut sudah pernah di Pajaga lele. Pakaian yang digunakan oleh orang-orang yang ditugaskan untuk pajaga menggunakan sarung tenun asli corak laki-laki dan menggunakan kopiah. Orang yang bertugas melakukan pajaga di sebut “Pande pajaga”
Adab-adab Pajaga sangat kental dengan nilai-nilai islam yang terlebur kedalam bentuk tradisi masyarakat Kahedupa secara turun temurun sejak masa lampau, bahkan sudah menjadi salah satu tradisi yang merupakan identitas masyarakat Kaledupa dalam peradaban modern.
Adapun adab-adab Pajaga adalah sbb :
1. Mengetuk pintu dengan lembut
Cara pande pajaga dalam mengetuk pintu saat meminta izin masuk ke dalam rumah adalah dengan lembut dan memperlihatkan kesopanan yang membuat tuan rumah ridho akan kedatangan kita. Hal ini juga memperlihatkan bahwa kita datang dengan niat kebaikan dan mengharapkan apa yang menjadi tujuan kita kerumahnya.
Ada satu hal lagi yang perlu kita perhatikan adalah batasan mengetuk pintu. Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita untuk mengetuk tidak lebih dari 3 kali, dan kembali pulang jika tidak ada jawaban. Seperti yang diriwayatkan dalam hadits berikut “Dari Abu Musa Al-Asy’ary RA, dia berkata: Rasulullah bersabda, ‘Minta izin masuk rumah itu tiga kali, jika diizinkan untuk kamu (masuklah) dan jika tidak maka pulanglah'” (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Mengucapkan salam dan meminta ijin
Sebelum masuk ke rumah orang, hendaklah pande pajaga meminta izin terlebih dahulu kepada tuan rumah, walaupun pintu rumah itu terbuka, kita tetap tahu diri untuk tidak langsung masuk ke dalam tanpa dipersilahkan terlebih dahulu. Dalam sebuah hadits diriwayatkan, “Dari Kildah bin Al-Hanbal, bahwa dia masuk ke rumah Rasulullah tanpa mengucap salam dan meminta izin, maka beliau SAW pun bersabda, Kembalilah, ucapkan Assalamu’alaikum, bolehkah saya masuk.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).
3. Tidak menghadap langsung ke pintu
Saat pande pajaga meminta izin untuk masuk, hendaknya tidak langsung menghadap pintu rumahnya. Entah pintu tersebut terbuka atau tertutup. Hal ini bertujuan memberikan hak kepada pemilik rumah untuk mempersiapkan diri menyambut tamu. Hal ini juga sesuai dengan apa yang diteladankan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits yang berbunyi, “Adalah Rasulullah SAW jika mendatangi suatu pintu dan akan meminta izin, beliau tidak menghadap ke arah pintu. Akan tetapi beliau berada di sebelah kiri, atau kanannya. Jika diizinkan beliau baru masuk, jika tidak beliau pun kembali.” (HR Bukhari).
4. Tidak melihat kedalam rumah
Saat di persilahkan masuk ke dalam rumah, hendaknya tetap di tempat kita dipersilakan duduk saja. Tidak perlu mata kita melihat-lihat ke dalam isi rumah, atau bahkan sampai kita masuk lebih dalam dan melihat-lihat isi rumah orang yang kita datangi. Melihat isi rumah juga tidak diperkenankan saat mengetuk pintu. Bahkan sang pemilik rumah diperbolehkan mencukil mata orang yang melongok ke dalam. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam hadis berikut, “Andaikan ada orang melihatmu di rumah tanpa izin, engkau melemparnya dengan batu kecil lalu kamu cungkil matanya, maka tidak ada dosa bagimu.” (HR. Bukhari Kitabul Isti’dzan).
5. Duduk ditempat yang tersedia sebelum berbicara
Sebagai seorang tamu, sudah sepantasnya kita menjaga sopan santun kita, agar tidak membuat tuan rumah marah dan tidak berkenan atas kehadiran kita. Selain meminta izin, duduk juga harus diperhatikan dalam pajaga. Ketika sudah diizinkan masuk ke dalam rumah, maka hendaknya kita duduk atau menempati tempat yang telah disediakan dan dipersilakan oleh tuan rumah. Hal ini sesuai dengan hadits berikut, “Dari Mu’awiyah bin Hudaij, ia berkata, Saya pernah meminta izin menemui Umar RA, Orang-orang lalu berkata, Duduklah ditempatmu sampai ia keluar menemuimu! Maka aku duduk di dekat pintunya hingga beliau keluar menemuiku.” (HR Bukhari).
6. Menjawab dengan jelas
Adakalanya saat melakukan pajaga, tuan rumah mengajukan beberapa pertanyaan. Seperti menanyakan apa maksud kedatangan kita atau siapakah kita, atau saat kita ditanya mencari siapa, maka menjadi kewajiban bagi pande pajaga menjawab semua pertanyaannya dengan jujur dan jelas. Dalam sebuah hadits diriwayatkan, “Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, Aku meminta izin untuk bertemu Rasulullah SAW, lalu beliau bertanya dari dalam rumah, Siapa itu?. Aku menjawab, Saya! Beliau bersabda, Saya! Saya! Seolah beliau membenci hal tersebut” (HR Bukhari dan Muslim).
7. Menunjukan raut wajah yang baik
Selama pajaga, kita harus perlihatkan akhlak sebagai seorang Muslim yang baik dan penuh kasih sayang. Hal ini bisa dilakukan dengan menunjukkan wajah yang baik, manis, dan penuh senyum. Hal ini seperti yang diteladankan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits, “Tidak pernah Rasulullah melihatku sejak aku masuk Islam, kata Jarir bin Abdillah. Kecuali beliau pasti tersenyum kepadaku. Rasulullah juga sering bersabda, ‘Akan masuk dari pintu ini seorang laki-laki beruntung terbaik, dan di wajahnya tersirat keindahan’ maka kemudian masuklah Jarir.” (HR Bukhari).
8. Meninggalkan kesan yang baik
Hendaknya pande pajaga meninggalkan kesan baik kepada tuan rumah.
Sehingga saat pulang, tuan Rumah berdoa untuk kebaikan dan mengharapkan
kedatangan kembali. Kesan baik bisa di tinggalkan dengan melakukan hal-hal yang
baik. Mulai dari mengetuk pintu, duduk, tutur kata sampai salam perpisahan yang
baik pula.
Tata cara Pajaga
Bersambung……..
Komentar