Langsung ke konten utama

SOMBANO, wisata dan sejarahnya

Selain pulau Hoga dengan hamparan luas pasir putihnya, pantai Peropa dan pantai Oa Nujafa, Kaledupa juga memiliki pantai cantik dan menarik lainnya yang dapat dikunjungi saat berwisata untuk memanjakan mata. Kaledupa yang merupakan salah satu Kawasan wisata juga memiliki pantai yg tak kalau indah di banding spot wisata lainnya. Pantai tersebut adalah Pantai Sombano atau yang lazim sekarang oleh masyarakat Kaledupa menyebutnya pantai "Taduno". Pantai Taduno terletak di sisi sebelah Barat pulau Kaledupa. Desa Sombano, Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Wakatobi. 

Pantai Taduno memiliki hamparan pasir putih bersih yang halus, vegetasi pantai yang padat nan indah menjadi tempat bersantai yang nyaman dikala senja. Menara mercusuar yang masih berdiri kokoh seolah mengawasi dengan seksama saat sang mentari perlahan tenggelam meninggalkan bias kemerahan di kaki langit, gemuruh ombak dan desiran angin menambah indahnya Pantai Taduno. 

Sombano tidak hanya menyajikan keindahan pantainya saja tetapi disana juga terdapat Danau Sombano yang biasa disebut  "Danau Akku'a Nulumu". Danau ini memberikan isyarat begitu indah, ukiran ciptaan Tuhan yang bak menggambarkan taman syurga. 

Danau Akku'a Nulumu memiliki panjang sekitar 700 meter dari garis pantai. Danau ini telah lama dijadikan sebagai tempat berwisata untuk menikmati keindahan airnya yang jernih berwarna-warni, melihat populasi udang merah yang begitu banyak dan unik, bisa melihat ikan bandeng yang selalu asyik bermain dengan biota laut lainnya.

Selain keindahan pantai dan danau di Sombano yang membentang diatas tanah ulayat Barata Kahedupa, juga kita bisa menikmati keanekaragaman flora dan fauna yang begitu kompleks, kondisi hutan pantai dan sekitarnya tumbuh alami, jauh dari jamahan tangan manusia yang ingin merusaknya,  keindahan danau yang tidak terpengaruh dengan pasang surut air laut, dilindungi oleh formasi semak dan pepohonan laksana prajurit yang menjaga sang raja. 

Disamping ciri khas tersebut kita juga bisa melihat dan menikmati keindahan salah satu jenis flora seperti tumbuhan anggrek dengan berbagai jenis tumbuh menyempurnakan keindahan pantai Taduno dan danau Akku'a Nulumu, pada waktu musim mekar bungan memamerkan bunga yang menghipnotis setiap mata yang melihatnya bak kaum bangsawan yang selalu jatuh cinta dan terpesona kepada para gadis cantik penari Lariangi. 

Terdapat juga beberapa jenis fauna berupa burung elang tiram, pecuk padi hitam, campak laut, trinil pantai, burung gosong kaki merah yang selalu berkicauan merdu bagai lanturan syair - syair Lariangi yang mampu meninabobokan setiap telingan yang mendengarkannya.

menilik sejarah desa Sombano, pada era 80 an Sombano merupakan bagian dari desa Horuo, kemudian mekar menjadi desa devenitif sendiri bersamaan dengan 6 desa lainnya dilingkup kecamatan Kaledupa kabupaten Buton kala itu. 

Kalau kita mundur lebih jauh lagi Sombano merupakan wilayah yang penting pada masa kerajaan Kahedupa maupun pada masa Barata Kahedupa. Di pantai Taduno sekarang terdapat "fatu Galampa Sara" yang dahulu di jadikan oleh Lakina Kahedupa sebagai tempat pengambilan keputusan untuk mengeluarkan keputusan rahasia. Saat mengeluarkan keputusan rahasia di fatu galampa sara Lakina Kahedupa hanya di temani oleh Bonto To'oge Barata Kahedupa. 

Padangkan pada masa kerajaan Kahedupa pernah terjadi beberapa peristiwa besar disana, dimana salah satu kejadian itu diyakini oleh masyarakat merupakan asal muasal penamaan daerah itu. Konon sekitar tahun 1463 di daerah pantai Langgira pernah datang rombongan dari Sulawesi Selatan sekarang, entah dari kerajaan Gowa atau kerajaan Bone, para penutur tradisi lisan tidak ada lagi yang mengetahui dengan pasti. Rombongan tersebut dibawah pimpinan Pattiroi. Saat berlabuh di pantai Langgira ia bertemu dengan masyarakat Horuo yang sedang mencari ikan dan hasil laut, yang merupakan salah satu kebiasaan masyarakat Kahedupa masa lampau untuk bertahan hidup. Setelah Pattiroi bercakap-cakap dengan beberapa masyarakat ia meminta agar diantar ke benteng Horuo untuk bertemu dengan pemimpin fungka Horuo. Saat itu fungka Horuo di bawah pimpinan La Samboka - Mboka. Singkat cerita Pattiroi menikah dengan Wa Sauleama anak dari pimpinan Horuo. Kemudian Pattiroi menjadi pimpinan fungka Horuo menggantikan La Samboka - Mboka setelah mangkat. 

Sekitar tahun 1634 atau 1635 rombongan Sapati Baluwu yang dan Kapita Waloindi datang ke Kerajaan Kahedupa sepulang dari perang Kiser di Maluku yang sebelumnya juga telah menginvasi Waloindi. Kedatangan rombongan Sapati Baluwu ke Kahedupa atas perintah Sultan Buton untuk mendukung Kasafari sebagai Raja Kahedupa yang ke 11, yang kemudian diketahui kedatangan rombongan ini ternayata  untuk menjadikan Kahedupa sebagai wilayah kesultanan Buton. 

Penunjukan Kasafari untuk menjadi raja Kahedupa menuai kontroversi bahkan penolakan keras dari Horuo. Kasafari yang tidak berasal dari bangsawan Kahedupa, sehingga dianggap tidak pantas untuk memimpin kerajaan Kahedupa. Penolakan Horuo tersebut tidak tanggung-tanggung bahkan melakukan perlawanan. karena La Kasafari mendapat dukungan dari Buton, maka perlawanan Horuo harus berhadapan dengan rombongan Sapati Baluwu yang sudah ada di Kaledupa. 

Perang antara pemimpin dan masyarakat fungka Horuo dan Sapati Baluwu terjadi di daerah Sombano (sekarang). Perang tersebut akhirnya dimenangkan oleh Sapati Baluwu dengan dukungan Kapita Waloindi dan beberapa bangsawan Kahedupa. Pemimpin Horuo akhirnya takluk dan mengaku kalah. Di daerah itu pemimpin Horuo tunduk (no somba) dan menerima Kasafari untuk memimpin kerajaan Kahedupa. "Te Sombaano" artinya tempat menyembahnya pemimpin Horuo kepada Sapati Baluwu, hingga sampai sekarang daerah itu dikenal dengan nama Sombano.

Ilustrasi beberapa objek yang disebutkan diatas tidak disertakan karena penulis tidak memiliki dokumentasinya, agar dekskripsi dan narasi diatas lebih hidup bagi yang memiliki foto yang dimaksud mohon kerendahan hatinya agar disertakan di dalam kolom komentar. 

----- oleh : Ahmad Daulani

Komentar

Mustafarauf mengatakan…
Menurut Dugaan Sementara Saya Bahwa Pasukan Yang Sempat Datang Di Kahadupa / Buton Itu Saya Lebih Condong Dari Kerajaan GOWA..Banyak Cerita Pribadi Yang Saya Peroleh Dari Saudara Saudara Kita Yang Dari Gowa Kalau Kita Menyebut Kahedupa/ Butin.Mereka Terdiam Dan Lalu Penuh Hormat Persahabatan Menjadi Sangat Akrab Sekali. Maaf Ini Hanya Pendapat Pribadi Dan Diperoleh Dari Kehidupan Sehari Hari.
Ahmad Daulani mengatakan…
Mustafarauf iya setuju pak, seandainya bisa kami berhipotesa maka akan menyimpulkan bhw mmg rombongan2 yg bermigrasi khususnya Kaledupa dan wilayah kepulauan Tukang besi itu kebanyakan dari kerajaan Gowa. Menilik sejarah yg terjadi di Binongko dan Tomia yg rombongan lain dari Gowapun sampai ke sana.
Ahmad Daulani mengatakan…
Memang pertautan antara kerajaan Gowa dgn kerajaan2 sekitar sll terjalin mengingat Gowa merupakan salah satu kerajaan yg banyak menginvasi kerajaan2 sekitar

Postingan populer dari blog ini

KAKADHO BHAA LASUNA

sumber foto : istimewa Meskipun makam ini sekarang tampak tak terurus dan sudah banyak yang melupakannya namun sosok yang ada dibaliknya adalah sosok yang sangat legendaris dan sangat mengemuka di negeri Kahedupa, negeri Buton dan negeri Pancana Muna pada akhir abad ke 16 Masehi.  Di Kahedupa ia bernama La Tingku, ia adalah salah satu bangsawan Kahedupa yang memimpin wilayah Tombuluruha. Ia juga dikenal sebagai ahli perang yang sangat handal sehingga di Kahedupa juga ia dikenal dengan nama Kakadho Tombuluruha.  Sezaman dengan La Tingku yang memimpin Tombuluruha, Kahedupa dimasa itu dipimpin oleh raja La Molingi sementara Buton di pimpin oleh Sultan Laelangi. Jauh sebelum masa itu sejatinya telah terbentuk persekutuan pertahanan keamanan baik keamanan luar maupun di dalam negeri yang terdiri dari 5 kerajaan yang digagas oleh Sultan Murhum. Persekutuan tsb dikenal dengan persekutuan BHARATA dengan Buton sebagai sentralnya. Kelima negeri itu adalah Buton, Kahedupa, Muna, Kolencusu dan Tiw

Benteng Pale'a sebagai Pusat Peradaban Kaledupa

sumber foto : istimewa   Oleh : Ahmad Daulani Sama seperti kerajaan pada umumnya, Kaledupa yang memiliki histori panjang sebagai kerajaan vasal juga memiliki banyak peninggalan sejarah yang belum terungkap. Diantaranya benteng dan bukti fisik lainnya yang menurut masyarakat setempat memiliki peran dan makna penting dalam sejarah peradaban Kaledupa. Dipulau Kaledupa terdapat beberapa benteng peninggalan peradaban masa lampau yang menjadi warisan leluhur sebagai saksi sejarah sebagai hasil karya yang sangat mengagumkan oleh manusia sekarang. Ada 2 benteng besar yang masih tersisa meskipun sebagain sudah mengalami kerusakan karena dimakan usia dan tidak terawat lagi yaitu benteng Pale'a sebagai jejak peradaban Kaledupa sebagai kerajaan dan benteng Ollo sebagai jejak Kaledupa sebagai barata Kahedupa yang telah terintegrasi sebagai bagian dari wilayah kesultanan Buton. Benteng Pale'a sekarang terletak di desa Pale'a kecamatan Kaledupa Selatan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara

Syiar Islam Imamu Fadha di Kahedupa

sumber foto : istimewa Syair Islam yang dibawa oleh para pedagang maupun yang berdiaspora dengan latar belakang yag beragam berkembang dengan pesat diwilayah kerajaan-kerajaan yang penyebarannya menyeluruh kehampir pelosok negeri. Pada awal abad ke 14 Masehi kerajaan Kahedupa dibawah kepemimpinan raja Muhammad Baengu yang merupakan raja ke – 4 kerajaan Kahedupa, sampailah rombongan para saudagar muslim ke kerajaan Kahedupa. Salah seorang diantara mereka bernama Syech Ahmad bin Qais Al Idrus dari Kerajaan Pattani  di Johor yang masuk melalui Padang,  Sumatra Barat. Kedatangan Syech Ahmad ke Kahedupa bukanlah semata-mata urusan perdagangan tetapi ia datang dengan misi khusus penyebaran agama Islam. Syech Ahmad bin Qais Al Idrus bukanlah penyiar Islam yang pertama sampai di kerajaan kahedupa, sebab saat ia sampai ketanah Kahedupa pengaruh Islam sudah ada di wilayah itu dan terdapat nilai – nilai ajaran Islam yang berdialektika dengan kebudayaan lokal. Namun pengaruh Islam belumlah merata