Menimbulkan misteri besar dalam benak generasi muda kaledupa yg melihat makam berlambang salib tersebut. Makam ini terletak di desa kalimas (ngolo) kec. Kaledupa.
Saat pertama kali mendengar cerita ttg kuburan tsb kami sempat terpikir apakah di Kaledupa pernah masuk ajaran kristen ?
Namun setelah melakukan penelusuran lebih lanjut kami menemukan fakta bahwa makam tersebut bukanlah penanda masuknya ajaran kristen di pulau kaledupa.
Makam ini adalah makan pimpinan kompeni yang menduduki kaledupa dalam masyarakah lokal ia dikenal dengan nama TUA TUMBUA.
Penjajah belanda (kompeni) pertama kali masuk ke Kaledupa pada tahun 1909. Ia merupakan pimpinan terakhir kompeni yang berkantor di Buranga
Menurut para penutur Tua Tumbua meninggal karena terbunuh pada tahun 1919, akibat dominasi pemerintahan belanda dibawah komando Tua Tumbua yang makin melemahkan peran Lakina Kahedupa sebagai pimpinan tertinggi Barata Kahedupa yang bertanggung jawab diwilayah Timur kesultanan Buton. Wilayah teritorial barata Kahedupa saat itu meliputi moromaho sampai Batu atas (keseluruhan wilayah wakatobi sekarang).
Dominasi Tua Tumbua dalam sistem kepemimpinan Lakina Kahedupa yang ingin merubah sistem pemerintahan barata kahedupa menjadi sistem distrik dimana hal tersebut dapat berakibat perubahan struktur kepemimpinan diseluruh wilayah barata Kahedupa menjadi dibawah komando kompeni belanda. Hal inilah yang kemudian menimbulkan perlawanan dari bharata kahedupa terhadap Tua Tumbua.
Terbunuhnya Tua Tumbua terjadi diawal masa pemerintahan Waopu Kamali di Guu dan perlawanan tersebut atas perintah beliau. Akan tetapi dalam penyelidikan internal belanda tuduhan sepihak di tujukan kepada wa Opu Kamali hanta yang merupakan lakina kahedupa sebelum Wa Opu Kamali di Guu, sehingga menyebabkan ia diasingkan oleh belanda ke makassar. Wa Opu Kamali Hanta kemudian wafat dalam pengasingan.
Pasca kematian Tua Tumbua pasukan Kompeni mulai merasa tidak aman dan ketakutan berkantor di Buranga yang pada akhirnya meninggalkan pulau Kaledupa pada tahun 1929. Peninggalan kompeni yang masih ada sampai tahun 1990an adalah tumbuhan khas belanda yaitu pohon akasia (konon kabarnya bibit akasia tersebut di bawa langsung dari belanda) yang tanam di sepanjang jalan utama dari Buranga sampai Ambeua.
sumber foto : istimewa Meskipun makam ini sekarang tampak tak terurus dan sudah banyak yang melupakannya namun sosok yang ada dibaliknya adalah sosok yang sangat legendaris dan sangat mengemuka di negeri Kahedupa, negeri Buton dan negeri Pancana Muna pada akhir abad ke 16 Masehi. Di Kahedupa ia bernama La Tingku, ia adalah salah satu bangsawan Kahedupa yang memimpin wilayah Tombuluruha. Ia juga dikenal sebagai ahli perang yang sangat handal sehingga di Kahedupa juga ia dikenal dengan nama Kakadho Tombuluruha. Sezaman dengan La Tingku yang memimpin Tombuluruha, Kahedupa dimasa itu dipimpin oleh raja La Molingi sementara Buton di pimpin oleh Sultan Laelangi. Jauh sebelum masa itu sejatinya telah terbentuk persekutuan pertahanan keamanan baik keamanan luar maupun di dalam negeri yang terdiri dari 5 kerajaan yang digagas oleh Sultan Murhum. Persekutuan tsb dikenal dengan persekutuan BHARATA dengan Buton sebagai sentralnya. Kelima negeri itu adalah Buton, Kahedupa, Muna, Kolencusu dan Tiw
Komentar