Jika mendengar nama Wakatobi, pertama kali yang terlintas dalam benak kita adalah wisata bahari yang luar biasa dengan suguhan pemandangan bawah lautnya. Gugusan pulau yang berada tepat diatas jantung segitiga karang dunia yang memiliki 75 % jenis karang yang ada di dunia dengan ribuan jenis spesis ikan menambah kesempurnaan pemandangan bawah laut Wakatobi, tidak heran wisatawan lokal maupun mancanegara menyebutnya surga nyata dibawah laut.
Dalam buku Kaledupa dalam Lintasan Sejarah, nama kabupaten Wakatobi merupakan akronim dari Empat pulau-pulau besar yang berpenghuni yaitu Wanci (Wangi-Wangi), Kaledupa, Tomia dan Binongko. Nama Wakatobi pertama kali di cetuskan sebagai kode rahasia oleh pasukan MOMBRIG yang datang ke wilayah itu untuk memberantas gerombolan DI/TII.
Pada masa Hindia-Belanda Wakatobi dikenal dengan nama Kepulauan Tukang Besi (Tuluka Bessi) yang setiap pulau berstatus sebagai distrik yaitu distrik Wanci, distrik Kaledupa, distrik Tomia dan distrik Binongko.
Jika menilik lebih jauh lagi pada masa Kesultanan Buton, Wakatobi merupakan wilayah teritorial keamanan Bharata Kahedupa yang terdiri dari 18 wilayah yaitu 8 Kadie, 2 Bobato, 1 Kafati dan 7 Limbo. Dan pusat pemerintahan (Sara) bharata Kahedupa ada di pulau Kaledupa.
Selain wisata baharinya yang menakjubkan, Wakatobi juga masih terdapat kampung tua di pulau Kaledupa yang masih melestarikan tenun tradisional dengan penghasil sarung tenun (Furai Horuo) motif Bhoke. Tenun tradisional masyarakat diajarkan secara turun temurun, pemerintah daerah Wakatobi menetapkan Desa Pajam sebagai pusat kerajinan tenun atau Weaving Handicraft Center yang menjadi salah satu kawasan Ecotourism andalan di Wakatobi.
Desa Pajam, merupakan gabungan dari kampung Pale'a dan kampung Jamarakka. Desa Pajam sekarang terletak di kec. Kaledupa Selatan kab. Wakatobi. Pajam merupakan salah satu dari 2 daerah di Wakatobi sebagai penghasil sarung tenun, kerajinan tangan dan cindera mata eksotik yang khas Kaledupa di Wakatobi.
Dahulu kala Pale'a dijadikan sebagai sentral pertahanan dan peradaban Kerajaan Kahedupa, posisi Pale'a yang berada di area perbukitan menjadikannya sangat strategis dijadikan sebagai pertahanan masyarakat Kahedupa pada masa lampau. Dalam kawasan ini terdapat Benteng kerajaan Kahedupa yang dikenal dengan benteng Pale'a yang sekarang merupakan salah satu obyek wisata paling sering dikunjungi oleh wisatawan ketika melancong ke Pulau Kaledupa.
Di dalam kawasan Benteng Palea inilah tenun khas kaledupa dihidupkan dan lestarikan secara turun temurun dengan motif khas kahedupa yaitu motif bhoke dengan perpaduan warna biru tua dan putih. Namun sekarang motif ini sudah banyak dimodifikasi dengan perpaduan warna-warna yang terang, karena bahan yang digunakan sudah menggunakan benang yang sudah jadi.
Berdasarkan sumber dari para penutur dan pelaku tenun tradisional, tahapan dilakukan secara manual pembuatan furai bhoke dengan bahan kapas adalah sebagai berikut :
---- Hefatui = memisahkan biji dan kapas
---- Honossi = menghaluskan kapas dgn cara dipukul2
---- Lelu = menggulung
---- Gili = menggiling kapas yang sudah jadi benang
---- Fante = merendam benang agar berwarna putih bersih
---- Boke = ikat bagian2 kapas yg akan di warnai motif
---- Sobu pake te Feafu (tee nu lolo) = proses memasak benang yg sudah diikat2 utk mewarnai motif yang diinginkan
---- Gantara /purunne = proses menggulung benang agar benang tidak kusut
---- Oluri = memintal
---- Hesondea = mengawetkan benang yg sdh dpintal dgn menggunakan singkong halus yg didiamkan semalam agar benang tidak mudah putus saat di tenun
---- Homoru = menenun
---- Rotta = proses finishing dan menyambungkan kain yg sdh ditenun menjadi sarung
---- Kantadia = menjemur kain sarung yg telah dicuci dengan cara dikencang dikedua sisinya
Sedangkan jenis-jenis alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
---- Lombo lombo = papan tebal yg dlubangi berfungsi sbg tiang utk memasang dopi homoru, berjumlah dua diletanggan sisi kanan dan kiri paling atas.
---- Dopi ttombo = papan yg digunakan utk menggulung benang yang sudah dipintal, kemudian dimasukkan diantara lombo-lombo
---- Sapo nu huhu/papattonga= bayu dengan lilitan benang sol yang berfungsi seperti jangka tapi diletakkan dibagian atas dekat lombo lombo
---- Reppe = kayu yg digubakan utk menindis benang agar rapi dan kencang saat di tenun, diletakkan diantara jangka dan papattonga
---- Jangka = alat untuk memisahkan benang helai demi helai
---- Tenda = kayu pemukul untuk mengencangkan benang
---- Guara = kayu utk menggulung benang
---- Singkua = tempat guara
Te ati = tempat menggulung kain yg sdh ditenun
Salliku = pengencang ati saat di tenda
Dalam keseharian orang Kahedupa masa lampau, terutama para gadis di Desa Pajam harus menguasai keterampilan menenun ini sebelum mereka menikah, keterampilan tenun diwariskan secara turun-temurun. Konon, selain bertenun para gadis Kahedupa juga harus bisa sangka te katupa, katu te lapa dan sangka te soami'a untuk bekal mereka saat berkeluarga. Sedangkan para pemudanya harus bisa membuat gasa, anyam dinding jelaja, kidhe-kidhe dan sangka te rumbia.
Setelah selesai di Oluri, membutuhkan waktu paling cepat 7 hari untuk menyelesaikan satu sarung tenun. Dengan coraknya yang unik sarung tenun motif bhoke khas Kahedupa ini sudah tersebar di banyak dunia, dan di Indonesia belum lama ini ramai diperbincangkan setelah di perkenalkan oleh mentri pariwisata kepada pejabat negara lain.
Sarung tenun motif bhoke dengan bahan kapas sekarang dijual kisaran harga 1 juta keatas tetapi susah tidak banyak lagi ditemukan bhoke berbahan kappa (kapas), sedangkan sarung tenun motif yang sama hasil modifikasi dengan berbahan benang kisaran harga 500 sampai 700 an rupiah.
Oleh : Ahmad Daulani
Komentar