sumber foto : istimewa
Bersambung.....
Syair Islam yang dibawa oleh para pedagang maupun yang berdiaspora dengan latar belakang yag beragam berkembang dengan pesat diwilayah kerajaan-kerajaan yang penyebarannya menyeluruh kehampir pelosok negeri. Pada awal abad ke 14 Masehi kerajaan Kahedupa dibawah kepemimpinan raja Muhammad Baengu yang merupakan raja ke – 4 kerajaan Kahedupa, sampailah rombongan para saudagar muslim ke kerajaan Kahedupa. Salah seorang diantara mereka bernama Syech Ahmad bin Qais Al Idrus dari Kerajaan Pattani di Johor yang masuk melalui Padang, Sumatra Barat. Kedatangan Syech Ahmad ke Kahedupa bukanlah semata-mata urusan perdagangan tetapi ia datang dengan misi khusus penyebaran agama Islam.
Syech Ahmad bin Qais Al Idrus bukanlah penyiar Islam yang pertama sampai di kerajaan kahedupa, sebab saat ia sampai ketanah Kahedupa pengaruh Islam sudah ada di wilayah itu dan terdapat nilai – nilai ajaran Islam yang berdialektika dengan kebudayaan lokal. Namun pengaruh Islam belumlah merata diseluruh wilayah kerajaan Kahedupa.
Tetapi kedatangannya ke Kahedupa merupakan salah satu penyebab penyebaran Islam secara menyeluruh di tanah Kahedupa. Syech Ahmad bin Qais Al Idrus lebih dikenal dengan sebutan imamu fadha (dialeg lokal). Penyebutan Syech Ahmad dengan sebutan imamu fadha karena beberapa alasan. pertama, karena ia merupakan ulama yang datang dari negri Padang, Sumatra barat. Kedua, ada juga sumber yang mengatakan bahwa Syech Ahmad dipanggil dengan sebutan imamu fadha karena saat dalam perjalanan untuk syiar Islam ia terlihat melaksanakan shalat diatas padang ilalang di daerah Fabheka Bahili.
syech Ahmad tidak banyak mendapat kesulitan dalam berkomunikasi dan berdakwah Islam karena sejak sebelumnya masyarakat Kerajaan Kahedupa sudah sedikit mengenal tentang Islam. Keberadaan Syech Ahmad di Kahedupa mendapat perhatian khusus dari sang raja yang telah memeluk Islam secara turun temurun dari kakeknya.
Imamu Fadha menyiarkan agama Islam diseluruh wilayah kerajaan Kahedupa tetapi lebih banyak di daerah Langge, fungka Ppaha. Di fungka Ppaha terdapat tempat pemujaan peninggalan Animisme – Dinamisme yang ditinggalkan. Kemudian tempat tersebut dirubah menjadi masjid oleh Imamu Fadha karena rakyat Kahedupa sudah tidak terlalu banyak lagi yang menganut kepercayaan itu. Masjid yang dibangun di fungka Ppaha itu merupakan transformasi dari tempat pemujaan sebelumnya dan diberi nama masigi Toppale. Sejak dijadikan sebagai masjid fungka Ppaha kemudian lebih dikenal dengan nama Fungka Masigi.
Karena syiar Islam yang begitu pesat dilakukan oleh Imamu Fadha kemudian ia diperintahkan oleh Raja Kahedupa untuk mencari lokasi pembangunan masjid baru yang akan digunakan sebagai tempat ibadah dan kajian Islam. Imamu Fadha kemudian melakukan perjalanan untuk mencari lokasi dari fungka masigi kearah siofa (barat) melewati Kollo Onitu – Sampalu Melangka – Fabheka Bahhili – Fabheka To’oge – Kaangi-angi – Bente. Setelah sampai di Bente ia menemukan lokasi yang cocok untuk pembangunan mesjid yang baru. Masjid yang dibangun itu diberi nama masjid Agung Ahmadi.
Bersambung.....
Oleh : Ahmad Daulani
Sumber : dikutip dari buku Kaledupa Dalam Lintasan Sejarah
Komentar
#mohoninfobiar kita yg jauhnya bisa paham..
Insya allah sy bahas tuntas dlm buku yg berjudul "KALEDUPA DALAM LINTASAN SEJARAH"
Mana yg lbih duluan Masjid toppale d kahedupa dn mesjid keraton yang ad d wolio.??
Kalau merujuk dari penahunan jelas masigi toppale itu lebih duluan daripada mesjid keraton Buton yg didirikan apda masa pemerintahan sultan Murhum.
Kemudian akan muncul pertanyaan lagi kalau begitu Islam duluan masuk ke Kahedupa daripada kerajaan Buton. Maka jawabannya iya.
Kmbali, syech ahmad dtang ke kahedupa sdah ad pengaruh islam. D sini kunci pertanyaan saya abang. Pengaruh islam sperti apa yang ad sbelum dtang syech ahmad? Apakah sdah ad orang kaledupa yg masuk islam sblum kedatangan syech ahmad?
Bahwa syeh ahmad adl pesyiar islam kedua yg masuk ke kerajaan Kahedupa. Berarti sdh ada yg pertama. Jadi sdh sangat kentallah pengaruh islam yg berdialektika dgn tradisi lokal.
Iya krn dlu sll mengacu pada thn2 kejadian di kesultanan Buton tapi skrg dosen2 sejarah sdh banyak melakukan jajian dan pemelitian akan hal tsb.
Jelas ada hanya tdk bisa sy jelaskan secara detail dsini terlalu panjang, namun utk sampel sy sebutkan keywordx dalam pendekatan budaya yg telah berdialektika salah satunya bhw Islam Persia sangat kental budaya syiah yg melekat secara budaya, apakah ciri2 islam persia kita bisa temukan dlm sosiocultural berkaledupa maka jawabannya iya dapat ditemukan dan masih banyak, diantaranya adl kepercayaan islam persia bhw bulan safar adl bulan sial kemudian ini terdialektika ke kaledupa ttg kebiasan mandi dilaut pada bln safar sbg bentuk buang sial dan msh banyak yg lain. Dlam buku KALEDUPA DALAM LINTASAN SEJARAH sy jelaskan secara detail dan tuntas lengkap dgn berbagai teori pendukungx