Bharata merupakan wilayah kesultanan Buton yang mulanya adalah kerajaan-kerajaan kecil yang berdiri sendiri. Negeri bharata diberi hak otonom yang luas sehingga bharata dapat mengatur dan melaksanakan pemerintahan dan membentuk peraturan pemerintahannya sendiri, selama itu tidak bertentangan dengan syara kesultanan Buton dan Undang-Undang Martabat Tujuh.
Empat wilayah bharata terdiri dari bharata Kahedupa, bharata Muna, bharata Kulisusu dan bharata Tiworo. Dimana struktur pemerintahannya terdapat jabatan yang gelarnya dan kedudukannya seperti dalam syara Wolio, namun susunan jabatan tersebut tidaklah lengkap seperti dalam Syara Wolio jika terpisah-pisah. Kecuali jika di gabungkan sara dari ke empat bharata tersebut barulah jabatan lengkap seperti pada Syara Wolio.
Bharata dipimpin oleh seorang raja (Lakina) yang diangkat dari bharata itu sendiri yang berkedudukan dan diperlakukan setingkat dengan Sultan.
Selain melaksanakan pemerintahan secara otonom, bharata juga memiliki beberapa keistimewaan diantaranya :
1. Memerintah dirinya sendiri
2. Diperlakukan sederajat sultan dalam wilayahnya kecuali disembah (Lakina Bharata tidak disembah seperti Sultan)
3. Memiliki pasukan pertahanan sendiri dalam menjaga keamanan wilayahnya. Wilayah teritorial keamnan bharata Kahedupa dari Morommaho sampai Batuatas yang meliputi seluruh kadie dan Limbo di kepuluan Tukang Besi
4. Dan lain-lain
Karena Lakina bharata yang diperlakuan setara dengan sultan maka Lakina bharata khusunya Bharata Kahedupa juga memiliki pasukan kehormatan seperti yang dimiliki oleh sultan.
Pasukan kehormatan sultan disebut Tamburu Limanguna sedangkan pasukan kehormatan Lakina bharata disebut Tamburu Pataanguna.
Tamburu Limaanguna merupakan pasukan kehormatan sultan yang jumlah anggotanya sebanyak 7 orang dari golongan Walaka. Kelompok pasukan ini merupakan bentukan dari lima kelompok yaitu mentri Peropa, mentri Baluwu, mentri Gundu-Gundu, mentri Barangkatopa dan Mawasangka. Setiap kelompok memiliki anggotanya masing-masing yaitu 1 Lutunani (Letnan), 1 Alifarisi (Letnan Muda), 4 orang yang bergelar Syaraginti (Sersan) dan 1 yang bergelar Tamburu. Sehingga jumlah keseluruhan anggota pasukan Tamburu Limaanguna sebanyak 35 orang dan berada dibawah pengawasan Kapitalao atau kapitaraja.
Sedangkan pasukan Tamburu Pataanguna di bharata khususnya bharata Kahedupa merupakan pasukan kehormatan Lakina Kahedupa yang berjumlah 5 orang masing-masing 1 orang Lutunani, 1 orang Alfaresi, 2 orang Saragenti dan 1 orang bergelar Tamburu (penabuh gendang). Tamburu bharata merupakan bentukan dari empat kelompok yaitu Miantu'u Sulujaju, Bonto Ogena, Bonto Kiwolu dan Bonto Tapa'a, dengan membentuk 2 kelompok pasukan Tamburu Pataanguna yaitu Tamburu Umbosa dan Tamburu Siofa dengan jumlah keseluruhan sebanyak 10 orang dan berada dibawah pengawasan Miantu'u Sulujaju.
Tugas utama Tamburu adalah sebagai pasukan khusus Lakina Kahedupa yang akan mengawal Lakina Kahedupa baik dalam benteng maupun diluar benteng. Tamburu juga merupakan pasukan elit yang akan berada di garda paling depan dalam menghadapi musuh.
Tamburu Pataanguna bharata Kahedupa memiliki bendera tersendiri yaitu bendera berwarna merah polos yang dibawa oleh Alfaresi dan akan dikibarkan dibelakang Tombi Pangga bendera perang Miantu'u Sulujaju jika dalam situasi perang perang.
Selain itu Tamburu memiliki tugas yang lain yaitu memainkan tarian perang sebagai pengumuman resmi bahwa telah ditetapkannya 1 Ramadhan atau lebih dikenal dengan sebutan "Temba'a nu komba"
Penentuan Tembaa nu Komba akan dilakukan oleh sara fofine yaitu sara yang menangani urusan agama, terdiri dari Minatu'u Agama sebagai pimpinan tinggi, imamu Kahedupa, Khatibi, 7 orang moji, Laganda dan satu orang utusan sara Hu'u yaitu Bonto Paseba.
Dalam pengamatan hilal maka 7 orang Moji akan menyebar ke beberapa titik pemantauan. Setelah mendapat laporan dari moji yang melihat hilal, maka sara fofine akan mengambil keputusan tentang penetapan awal puasa atau 1 Ramadhan yang ditandai dengan dibunyikannya bedug mesjid oleh Laganda.
Setelah keputusan itu selesai ditetapkan, maka akan dilaksanakan prosesi Temba'a nu Komba, yaitu dengan membunyikan bhadili (bedil/meriam) di salah satu lawa di benteng bharata Kahedupa.
Bunyi tembakan bhadili secara harfiah bermakna menembak bulan sebagai bentuk pengumuman agar seluruh rakyat tahu awal puasa, budaya ini lah sehingga rakyat Kahedupa menyebut 1 Ramadhan dengan sebutan Temba'a nu komba.
Bonto Paseba sebagai perwakilan sara Hu'u yang ijut proses Temba'a nu komba akan menyampaikan kepada Lakina Kahedupa hasil keputusan dari sara fofine, pada waktu yang bersamaan kemudian pasukan Tamburu akan memainkan tarian mbeli atau tarian perang di Kamali sebagai bentuk pengumuman resmi dari Lakina Kahedupa kepada seluruh rakyat Kahedupa bahwa puasa Ramadhan akan mulai dilaksanakan.
Tembaa nu komba sama seperti pengumuman resmi pemerintah yang diumumkan ke seluruh rakyat untuk melaksanakan ibadah puasa. Prosesinya dimulai dari pemantauan hilal oleh sara fofine kemudian melaporkan kepada Raja atau Lakina Kahedupa.
Bedug dan Tamburu akan terus dimainkan setiap menjelang buka puasa, setelah bedug magrib berbunyi kemudian akan disambung oleh Tamburu. Hal yang sama juga dilakukan pada 1 Syawal.
Oleh : Ahmad Daulani