Jumat, 30 April 2021

La Ode Djapu Yarona Lakina Sabanjara Barata Kahedupa Terakhir


Beberapa hari lalu saya membuka-buka album tua yang tersusun apik dalam lemari, setelah membuka beberapa album sayapun menemukan 3 lembar foto. Seseorang yang ada dalam ke 3 foto tersebut adalah orang yang sama, namun  dengan raut wajah yang berbeda-beda menggambarkan bahwa ketiga foto ini diambil pada tahun yang tidak bersamaan. Sosok yang ada dalam foto itu adalah La Ode Djapu kakek buyut saya. Tersentak pikiran saya akan kenangan semasa ia hidup. Yang masih terekam dalam memori kolektif anak cucu dan cicitnya adalah didikannya yang keras ala militer. 

La Ode Djapu akrab disapa dengan nama La Ata Biru. Ia menjabat sebagai Miantu’u Sabanjara Barata Kahedupa terakhir semasa pemerintahan Lakina Kahedupa La Ode Maundu (Yaro Kahedupa). Saat itu Barata Kahedupa masih berdiri sebagai sistem pemerintahan walaupun intervensi pemerintahan Belanda mulai masuk dalam tatanan pemerintahan Kesultanan Buton tidak terlepas di Barata Kahedupa. 

Sabanjara adalah salah satu jabatan dalam Sara Barata yang hanya bisa dipimpin oleh bangsawan ber Trah Kaomu. Yang menduduki jabatan Sabanjara disebut Miantu’u Sabanjara. salah satu tugas dan kewenangan Miantu’u Sabanjara adalah menjaga dan mengawasi kedaulatan laut teritorial Barata Kahedupa. 

Dalam keikut sertaannya untuk bergabung dalam kesatuan bersenjata resmi atau kelaskaran yang diakui oleh pemerintahan RI dengan berperan secara aktif dalam peperangan membela dan mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada agresif Belanda kedua, mengantarkan La Ode Djapu masuk dalam barisan salah satu penerima Tanda Kehormatan Veteran Republik Indonesia.

La Ode Djapu adalah anak dari La Ode Kassimu dan Wa Ode Tua. Wa Ode Tua merupakan bangsawan bertrahkan Kumbewaha dari jalur La Ode Mpafa bin La Ode Ndolopu bin Mancuana Kaluku Bula bin La Ode Wiridi bin La Jampi Oputa Galampa Batu. Sedangkan dari jalur ayahnya La Ode Kassimu merupakan bangsawan Kaomu yang ber trah kan “Tanailandu” dari jalur bapaknya yang bernama La Ode Mane (Yarona Lakina Sulujaju) dari bapaknya La Ode Idirisi Maa Lakoci Lakina Burukene Mancuana dari bapaknya La Tangkaraja dari bapaknya Laelangi Oputa Mobholina Pauna.

La Ode Kassimu memiliki 4 orang istri, 2 di Kaledupa, 1 di Muna dan 1 di Salabangka (di Salabangka ia merubah namanya menjadi La Ode Mangarabu). Dari istri di Muna tidak memiliki anak, dari istri di Salabangka memiliki seorang anak perempuan (namanya saya lupa tapi sudah pernah ketemu cucunya), dari istri pertama di Kaledupa memiliki empat orang anak yaitu ; Wa Ode Rassia, La Ode Abudini, Wa Ode Abe dan Wa Ode Pole. Sedangkan dari istrinya Wa Ode Tua yaitu La Ode Djapu dan Wa Idha. 

La Ode Djapu memiliki istri 2 orang. Istri pertamanya adalah Wa Ode Maniija anak pertama dari La Ode Aidi dan Wa Aja. La Ode Aidi adalah anak dari La Ode Nggolopu. Dari pernikahan La Ode Djapu dengan Wa Ode Maniija, memiliki 11 orang anak yaitu : Ld Oda, Ld Musula, Ld Masalisi, Ld Kaimuddini, Wd Harusa, Ld Ampo, Ld Saharu, Wd Mutia, Ld Nunu, Ld Mbiu dan Ld Djumaiddin. Dan dari pernikahan La Ode Djapu dengan Wa Lohi memiliki 2 orang anak bernama Wd Mungki dan Wd Munaeni. Total anak La Ode Djapu 13 orang bersaudara dari 2 ibu. Dari anaknya Ld Kaimuddini lahirlah ayah saya La Alimaaji (Al Majid).

La Ode Djapu meninggal di Kaledupa dan dimakamkan di Tioma Patua, semoga belia dilapangkan kuburnya, diampuni segala dosanya dan diterima segala amal ibadahnya. 

Oleh : Ahmad Daulani

Jumat, 09 April 2021

Kaledupa Riwayatmu Kini

Kaledupa pernah berada pada masa keemasan dimana kahedupa atau kaledupa menjadi daerah percontohan bagi daerah-daerah setingkat kecamatan di seluruh indonesia dalam penyelenggaraan pembangunan dan perbaikan daerah. saat itu pada tahun 1960 yang bertepatan dengan ulang tahun RI yang ke 15. Kaledupa di anugrahi penghargaan oleh presiden Ir. Soekarno melalui menteri Dalam Negeri dan Otonomi daerah dalam bentuk sebuah piagam atas keberhasilannya dalam membangun daerahnya.

Progres pembangunan di Kaledupa dilakukan secara berkala oleh beberapa kepala pemerintahan dalam beberapa bentuk sistem pemerintahan. Pada masa pemerintahan Yaro Kahedupa, Kaledupa masih berstatus sbg sentral pemerintahan salah satu Barata Kesultanan Buton. Selanjutnya pada Masa pemerintahan La Ukaasa dan idhanu Hayunu Kaledupa masih berstatus sebagai distrik Kaledupa (pemerintahan Hindia Belanda). Dan pada masa pemerintahan La Rahi sebagai Camat Kaledupa menjadi ibukota kecamatan Wandupa (Wanci - Kaledupa) tepatnya di Buranga (Provinsi Sulsel-Tra).

Progres perumusan pembangunan itu juga dilakukan belakangan karena desa Ambeua baru terbentuk sebagai ibukota kecamatan yang sebelumnya di desa Buranga. Perumusan pemindahan ibukota kecamatan dilakukan sejak pemerintahan Yaro Kahedupa sebagai Lakina Barata Kahedupa yang juga merangkap sebagai kepala distrik Kaledupa, namun pemindahan itu resmi diberlakukan pada masa pemerintahan La Rahi.

Ibukota kecamatan yang sebelumnya di Buranga dalam perumusan pemindahannya ada 4 daerah sebagai alternatif yang akan dijadikan sebagai tempat ibukota baru yaitu Te'e Laganda, Kaninubu, Ambeua dan Sombano, yang pada akhirnya pilihan jatuh ke desa Ambeua karena beberapa alasan salah satunya adalah karena daerah tersebut banyak sumber mata air.

Setelah Ambeua resmi menjadi ibukota kecamatan perencanaan pembangunan dan tata kotanya digenjot dengan ekstra, salah satu tokoh yang mendesain tatakota ibukota kecamatan adalah La Rahimu (Saat itu menjabat sebagai Lurah Buranga sekaligus merangkap sbg kepala desa Ambeua). Dan kepala kontraktor pembangunan kantor kecataman, gedung aula dan kantor polsek yang baru adl pak Manto dari Toraja. Pembangunan kantor2 tsb diselesaikan pada masa pemerintahan La Ode Usman sbg Camat Wandupa ke 2 memggantikan La Rahi.

Walaupun usia desa Ambeua belum cukup 1 tahun menjadi ibukota kecamatan pada masa pemerintahan La Rahi tetapi penyelenggaraan pembangunan dan perbaikan daerah progresnya begitu signifikan yang dipusatkan di Ambeua sehingga melampaui banyak daerah-daerah setingkat kecamatan yang lain.

Pada masa ini juga migrasi penduduk Kaledupa dipindahkan agar bermukim di Ambeua. Pemindahan tersebut ada yang secara suka rela ada juga yang karena paksaan dari pemerintah setempat. Pada tahun 1960 pejabat muspika adalah sbb :
1. La Rahi sebagai Camat Wandupa
2. Mou Syarifuddin sebagai Wakil Camat Wandupa
3. La Maga sebagai Danramil Wandupa
4. La Donga sebagai Kapolsek Wandupa
5. La Ode Siebe sebagai Kepala Kantor Urusan Agama Wandupa

-------oleh : Ahmad Daulani


Tarekat Qadiriyah : Ajaran & Nasehat Kuno yang Sirna dari Bumi Kahedupa

  oleh : Ahmad Daulani Di antara kehidupan modern dan budaya barat yang merajalela, ada kelip cahaya di Kahedupa yang   merawat ayat-ayat ...